Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Hakim Pengadilan Distrik Texas, Amerika Serikat, mengatakan korban tewas dalam dua kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX pada 2018 dan 2019 merupakan “korban kejahatan kriminal” secara hukum.

Sejumlah keluarga korban pada Desember lalu menuduh Departemen Kehakiman AS telah melanggar hak legal mereka saat menyepakati perjanjian penangguhan penuntutan pada Januari 2021 dengan pihak Boeing terkait dua kecelakaan yang menewaskan total 346 orang itu.

Keluarga korban berargumen pemerintah ‘berbohong dan melanggar hak-hak korban melalui proses rahasia’ dan meminta hakim distrik AS Reed O’Connor untuk mencabut kekebalan Boeing dari penuntutan pidana, bagian dari perjanjian ganti rugi senilai US$ 2,5 miliar, dan memerintahkan Boeing secara terbuka dijerat dakwaan kejahatan.

Hakim Reed O’Connor pada Jumat pekan lalu pun memutuskan “kesimpulannya, jika bukan karena konspirasi kriminal Boeing dalam menipu (Administrasi Penerbangan Federal), 346 orang tidak akan kehilangan nyawa dalam (dua) kecelakaan itu.”

Pernyataan hakim yang frontal itu dapat menentukan solusi apa yang harus diterapkan setelah keluarga menuntut pengadilan agar dapat mencabut kekebalan Boeing dari tuntutan pidana yang selama ini dilayangkan keluarga korban.

Seorang pengacara keluarga korban, Paul Cassell, mengatakan keputusan hakim pengadilan merupakan “kemenangan luar biasa” bagi para korban. Menurut Cassell, keputusan ini bakal membantu gugatan keluarga korban dihadapan sidang penting, di mana mereka akan mengajukan penuntutan pidana kepada pihak Boeing.

Sampai saat ini, dikutip CNN, pihak Boeing belum berkomentar terkait keputusan terbaru pengadilan AS tersebut.

Seperti yang diketahui, dua kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX pada akhir 2018 dan awal 2019 menggegerkan duni aviasi.

Penerbangan Lion Air 610 tujuan Cengkareng-Pangkal Pinang jatuh di Laut Jawa hanya 13 menit setelah take off hingga menewaskan 189 orang. Lima bulan berselang, maskapai Ethiopian Airlines 302 tujuan Addis Ababa-Nairobi jatuh di dekat Kota Bishoftu, Ethiopia, enam menit setelah lepas landas hingga menewaskan seluruh 157 penumpang.

setelah keluarga korban mengajukan gugatan hukum yang mengatakan hak mereka dilanggar berdasarkan Undang-undang Hak Korban Kejahatan, Jaksa Agung AS Merrick Garland menemui beberapa keluarga korban.

Dalam pertemuan itu, Garland tetap memegang teguh perjanjian dengan Boeing, yang mengatur denda US$244 juta, kompensasi US$1,77 miliar untuk maskapai-maskapai dan dana korban kecelakaan sebesar US$500 juta.

Perjanjian itu mengakhiri penyelidikan selama 21 bulan terhadap desain dan pengembangan Boeing 737 MAX menyusul dua kecelakaan mematikan di Indonesia dan Ethiopia tahun 2018 dan 2019 lalu, dengan total 346 orang tewas.

Sementara itu, Hakim O’Connor dalam putusannya menyebut Boeing tidak mengungkapkan detail penting soal sistem keselamatan MCAS kepada FAA. MCAS diketahui berkaitan dengan dua kecelakaan fatal di Indonesia dan Ethiopia, dan dirancang untuk membantu mengatasi kecenderungan pesawat 737 MAX untuk menukik naik.

Hakim O’Conoor menegaskan bahwa ‘seandainya Boeing tidak melakukan kejahatannya’, para pilot di Indonesia dan Ethiopia akan ‘mendapatkan pelatihan yang memadai untuk menanggapi aktivitas MCAS yang terjadi pada kedua pesawat’.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.