Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Iran dilanda keracunan massal. Lima ribu anak sekolah menjadi korban keracunan. Peristiwa ini pun membuat pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenel marah.

Peristiwa keracunan massal ini awalnya terjadi di kota suci Qom pada November tahun lalu, sebelum menyebar hingga ke 25 provinsi yang ada di Iran. Belum diketahui penyebab anak sekolah di Iran menjadi korban keracunan massal.

Menurut laporan media pemerintah dan para pejabat Teheran, awalnya tercatat lebih dari 1.000 siswi sekolah keracunan. Namun, kini jumlahnya bertambah hingga lebih dari 5.000 orang.

Insiden ini juga telah memicu kekhawatiran internasional dan seruan Barat untuk penyelidikan independen, terutama karena kasus pertama dilaporkan terjadi segera setelah dimulainya protes nasional yang dipicu oleh kematian wanita Kurdi Iran, Mahsa Amini menyusul penangkapannya karena diduga melanggar aturan jilbab.

Puluhan sekolah telah terkena. Murid-murid mengalami gejala-gejala mulai dari sesak napas hingga mual dan vertigo setelah melaporkan bau “tidak menyenangkan” di lingkungan sekolah. Beberapa pelajar telah dirawat di rumah sakit.

“Dua puluh lima provinsi dan sekitar 230 sekolah telah terkena dampaknya, dan lebih dari 5.000 anak perempuan dan laki-laki diracuni,” Mohammad-Hassan Asafari, anggota komite pencari fakta parlemen, mengatakan kepada kantor berita ISNA pada hari Senin (6/3).

“Berbagai tes sedang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis dan penyebab keracunan. Sejauh ini, belum ada informasi spesifik mengenai jenis racun yang digunakan,” imbuhnya.

Pimpinan Iran Marah!

Ayatollah pun meminta sejumlah pejabat mengusut kasus ini. Dia memerintahkan agar pelaku yang menyebabkan anak-anak keracunan tidak diberi ampun.

Dia tegas menyatakan akan memberi hukuman mati kepada pelaku.

“Jika itu terbukti disengaja, para pelaku kejahatan yang tidak termaafkan ini harus dihukum mati,” katanya dilansir Associated Press, Selasa (7/3/2023).

“Tidak akan ada pengampunan untuk mereka,” tegasnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Ahmad Vahidi menyebut sedikitnya 52 sekolah di puluhan provinsi Iran terdampak kasus keracunan massal sejak November tahun lalu. Sementara laporan media lokal Iran menyebut ada lebih dari 60 sekolah yang terdampak, dengan sebagian besar merupakan sekolah khusus perempuan.

Para siswi yang mengalami keracunan dilaporkan mengeluhkan sakit kepala, jantung berdebar, merasa lesu dan tidak bisa bergerak. Beberapa siswi lainnya menggambarkan mereka mencium bau jeruk, klorin atau bahan pembersih yang menyengat baunya.

Sejauh ini belum ada laporan kematian dalam kasus keracunan massal ini.

Vahidi dalam pernyataan pada akhir pekan menyebut bahwa ‘sampel-sampel mencurigakan’ telah dikumpulkan oleh para penyelidik, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Dia menyerukan publik untuk tetap tenang dan menuduh musuh-musuh Teheran menebar ketakutan untuk melemahkan Iran.

Terduga Pelaku Ditangkap

Terbaru dalam kasus ini, otoritas Iran mengumumkan penangkapan pertama terkait kasus keracunan massal terhadap lebih dari 5.000 anak sekolah di negara itu sejak November tahun lalu. Ada sejumlah tersangka yang telah ditangkap di beberapa wilayah Iran.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Majid Mirahmadi menuturkan kepada televisi pemerintah bahwa ‘badan-badan intelijen’ telah melakukan sejumlah penangkapan.

“Badan-badan terkait sedang melakukan penyelidikan menyeluruh,” sebut Mirahmadi.

Lebih lanjut, Kementerian Dalam Negeri Iran dalam pernyataannya membeberkan penangkapan itu dilakukan di Provinsi Khuzestan, Azerbaijan Barat, Fars, Kermanshah, Khorasan dan Alborz. Tidak disebutkan lebih lanjut jumlah tersangka yang ditangkap.

Namun Kementerian Dalam Negeri Iran mengungkapkan bahwa salah satu tersangka diduga menggunakan anaknya untuk memasukkan ‘zat yang memicu iritasi’ ke sekolah, dan merekam sejumlah video menunjukkan para siswa yang sakit untuk dikirimkan ke ‘media musuh’ guna ‘memicu ketakutan… dan penutupan sekolah’.

Disebutkan juga bahwa tiga tersangka lainnya memiliki sejumlah catatan kriminal, termasuk ‘keterlibatan dalam kerusuhan baru-baru ini’ – istilah yang digunakan otoritas Teheran untuk menyebut unjuk rasa besar-besaran yang dipicu kematian Mahsa Amini usai ditangkap polisi moral tahun lalu.

Amini yang berusia 22 tahun ditangkap polisi moral atas dugaan melanggar aturan wajib berhijab dan meninggal dunia pada 16 September tahun lalu, atau beberapa hari usai ditangkap.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.