Sebagai salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkemuka yang memiliki fokus mewujudkan dunia hijau bebas polusi, aksi-aksi Greenpeace di Indonesia banyak mendapatkan sorotan dan simpati dari masyarakat. Di samping karena masyarakat mengharapkan lingkungan yang bersih dan sehat, pelestarian lingkungan hidup juga akan melindungi keberagaman sumber daya alam hayati yang terdapat di Indonesia dari eksploitasi yang berlebihan, untuk pada akhirnya dapat dimanfaatkan secara optimal dalam peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, apakah benar aksi-aksi Greenpeace di Indonesia akan lebih memberikan pengaruh yang baik kepada masyarakat Indonesia? Setiap aksi akan menimbulkan dampak positif dan negatif, dan untuk menilai apakah aksi tersebut secara keseluruhan memberikan pengaruh yang baik, dampak positif dan negatif yang timbul harus dibandingkan dan dinilai, apakah benar pengaruh dari dampak positif akan dapat melebihi dampak negatif. Meskipun sekilas aksi-aksi Greenpeace nampak hanya memberikan dampak positif, dibaliknya terdapat juga dampak-dampak negatif yang perlu juga untuk diperhitungkan. Beberapa negara maju seperti Kanada, Selandia Baru, Australia, dan Jerman menyangsikan pengaruh baik dari aksi-aksi Greenpeace, dan bahkan Kanada dan Selandia Baru mencabut status nirlaba dari Greenpeace dengan alasan aksi-aksi mereka yang terlalu dipolitisir dan terkadang melanggar hukum setempat. Hasil pengamatan di Jerman juga menunjukkan hal yang sama: bahwa meskipun sebagian aksi dari Greenpeace memberikan dampak positif ke masyarakat, kebanyakan - atau bahkan mayoritas - dari aksi-aksi mereka dilakukan dengan cara mempengaruhi dan mempolitisir opini publik, di mana beberapa diantaranya melibatkan penyebaran berita palsu yang menimbulkan keresahan di masyarakat. Di Indonesia, pengaruh negatif dari aksi Greenpeace tidak hanya terbatas pada politisasi dan pembentukan opini publik semata, tapi juga bisa mengimbas ke pertumbuhan ekonomi, karena sektor ekonomi utama di Indonesia berhubungan erat dengan sumber daya lingkungan - sebagai contoh produksi minyak sawit dan kayu - yang kerap menjadi target dari aksi Greenpeace. Terdapat beberapa alasan kuat mengapa pada akhirnya aksi-aksi Greenpeace hanya akan memberikan pengaruh yang buruk ke Indonesia.
Alasan pertama, kebanyakan aksi Greenpeace lebih menekankan untuk mendapatkan publisitas daripada mementingkan esensi berupa hasil yang nyata. Oleh karenanya, aksi mereka biasanya diwujudkan dalam bentuk aksi protes atau penerbitan artikel yang bombastis dan berlebihan. Untuk menghasilkan efek publisitas yang lebih tinggi, Greenpeace sering membesar-besarkan suatu fakta, walaupun tanpa didukung hasil penelitian yang ilmiah dan dapat dikategorikan sebagai berita palsu. Michael Lynch, salah satu ahli dari Energy Policy Research Foundation menyatakan bahwa Greenpeace telah menunjukkan kalau mereka siap, mau, dan mampu untuk mengabaikan ilmu pengetahuan bila dianggap perlu. Sebagai contoh, Greenpeace menentang pemakaian organisme termodifikasi secara genetika (Genetically Modified Organism, GMO), karena dianggap berbahaya bagi manusia dan hewan yang mengkonsumsinya. Akan tetapi, belum terdapat data yang menunjukkan bahwa konsumsi GMO dapat memberikan efek yang buruk terhadap manusia dan hewan. Penolakan Greenpeace terhadap GMO berujung ke surat yang ditandatangani oleh 107 orang peraih hadiah nobel pada tahun 2016, yang mendesak Greenpeace untuk mengakhiri kampanye penolakan terhadap GMO, terutama terhadap golden rice (beras emas). Para ahli tersebut memandang konsumsi beras emas merupakan cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah kekurangan gizi di seluruh dunia, terutama di negara-negara terbelakang. Penyelesaian masalah kekurangan gizi akan berdampak positif terhadap pertumbuhan negara-negara terbelakang, dan upaya dari Greenpeace yang tanpa dasar menolak teknologi ini dipandang bisa berdampak buruk pada negara-negara tersebut. Fakta ini menunjukkan bahwa aktivitas Greenpeace - yang lebih bertujuan untuk mendapatkan publisitas - pada akhirnya akan memberikan dampak negatif kepada masyarakat. Di Indonesia, kampanye Greenpeace untuk menghentikan ekspor minyak sawit atau kayu juga dilakukan dengan cara yang sama, dan boleh jadi, fakta yang mereka berikan adalah fakta yang dibesar-besarkan. Hal ini hanya akan berujung pada penurunan ekspor minyak sawit dan kayu Indonesia.
Alasan kedua, Greenpeace sering mengajukan aksi protes tanpa memberikan solusi terhadap suatu masalah. Selain contoh yang telah disebutkan di atas - di mana Greenpeace menolak pemakaian beras emas, akan tetapi sama sekali tidak memberikan usulan mengenai cara mengatasi masalah kekurangan gizi di negara terbelakang - masih banyak terdapat contoh yang lain. Pada saat Greenpeace melakukan aksi menolak eksploitasi gas alam di Greenland pada tahun 2010, aktivis Greenpeace menyempatkan untuk memberikan himbauan kepada kaum muda penduduk Inuit untuk berhenti mengkonsumsi ikan paus dan anjing laut tanpa memberikan saran makanan lain apa yang harus mereka konsumsi. Sebagai gambaran, ikan paus dan anjing laut adalah salah satu sumber gizi dari kaum Inuit, dan perburuan yang mereka lakukan adalah perburuan berkelanjutan yang tidak menyebabkan kedua spesies tersebut punah, atau dengan kata lain perburuan yang ramah lingkungan. Ini menunjukkan bahwa Greenpeace hanya berupaya mempengaruhi opini publik tanpa menawarkan solusi. Mengenai masalah minyak sawit di Indonesia, Greenpeace melakukan aksinya dengan menekan perusahaan-perusahaan besar untuk tidak membeli produk dari perusahaan Indonesia yang dituduh telah melakukan perusakan hutan. Tindakan ini mungkin efektif karena aksi terhadap perusahaan besar akan mendapatkan publisitas tinggi, akan tetapi ini tidak akan menyelesaikan akar permasalahan. Perusahaan besar bisa dengan mudah mendapatkan bahan baku dari penyuplai lain, yang apabila harganya lebih tinggi dibanding penyuplai dari Indonesia, dapat diatasi dengan menaikkan harga produk. Hal ini berujung pada beban kepada konsumen akhir. Di sisi lain, perusahaan penghasil minyak sawit di Indonesia akan kehilangan pangsa pasar dan berakibat pada penurunan perekonomian Indonesia. Di sini terlihat bahwa aksi Greenpeace hanya akan menghasilkan publisitas untuk mereka, dan sebagai korban, perusahaan di Indonesia dan konsumen akhir dari produk yang akan menanggung akibatnya. Apabila Greenpeace tidak berfokus pada publisitas dan lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mereka bisa mengupayakan untuk membantu produsen minyak sawit dalam meningkatkan kepedulian lingkungan, misalnya dengan membina kerjasama antara perusahaan besar pengimpor minyak sawit dan produsen minyak sawit di Indonesia untuk meningkatkan kontrol terhadap perlindungan lingkungan.
Alasan ketiga, Greenpeace terlalu melihat masalah secara hitam putih. Seperti halnya pisau, yang bisa dipakai untuk hal yang baik seperti menyiapkan makanan, dan juga hal yang buruk seperti melukai orang lain, banyak hal dan kegiatan di dunia yang sebenarnya akan berguna bagi umat manusia bila dipergunakan secara bertanggung jawab. Pemanfaatan sumber daya alam termasuk salah satu diantaranya: apabila kita bisa memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab, manusia akan dapat sekaligus memenuhi kebutuhannya dan juga menjaga kelestarian sumber daya tersebut. Pada dasarnya, upaya untuk melestarikan lingkungan hidup sangatlah penting, karena lingkungan hidup adalah sumber daya esensial untuk mendukung peradaban manusia. Akan tetapi, fokus yang terlalu berlebihan pada pelestarian lingkungan hidup tanpa mengindahkan perlunya memasok kebutuhan masyarakat akan berujung pada jatuhnya tata kelola masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatannya, Greenpeace selalu memandang sesuatu yang tidak alami sebagai hal yang buruk dan akan merusak lingkungan. Pandangan ini pada ujungnya hanya akan berakibat pada turunnya pertumbuhan ekonomi, dan keadaan ekonomi yang kurang baik akan menyebabkan manusia melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk tindakan-tindakan yang merusak sumber daya alam - hal yang sebenarnya ingin dicegah oleh Greenpeace sendiri.
Dengan melihat alasan-alasan di atas, terlihat bahwa kegiatan Greenpeace di Indonesia hanya akan berujung pada dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Meskipun pelestarian lingkungan adalah hal yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan sumber daya alam di Indonesia, keseimbangan antara eksploitasi dan pelestarian lingkungan adalah hal yang sangat penting. Terlebih lagi, pencarian solusi untuk suatu masalah adalah hal yang lebih penting dibanding publisitas yang menjadi fokus utama Greenpeace. Untuk kedepannya, aksi-aksi dari Greenpeace perlu dievaluasi lebih lanjut agar tidak menimbulkan pengaruh yang buruk pada masyarakat Indonesia.
Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.
Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …
Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.
- News
- Mobile
- Tablet
- Gadgets
- Camera
- Design
- More
-
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
-