Petani bawang putih protes terkait impor bawang putih yang masuk saat panen sehingga membuat harga anjlok. Menurut Ketua Komisi B DPRD Jateng, Sumanto, produksi bawang putih yang tak sebanding dengan kebutuhan nasional memaksa pemerintah memutar keran impor, tak hanya saat panen, namun bahkan sepanjang tahun.
Sumanto mengatakan hal tersebut menanggapi keluhan petani bawang putih saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi petani di Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (14/12). Saat itu, petani curhat kepada Jokowi terkait impor bawang putih yang masuk saat panen sehingga membuat harga jual petani lokal anjlok.
“Bahwa setiap panen, impor bawang putih masuk itu memang betul. Tidak hanya pas panen bahkan sepanjang tahunpun keran impor bawang putih itu terbuka lebar,” ujar Sumanto kepada detikcom, Rabu (15/12/2021).
Betapa tidak, lanjutnya, kebutuhan bawang putih nasional mencapai 540 ribu ton per tahun. Sementara produksi bawang nasional hanya berkisar 21 ribu ton per tahun.
“Jadi produksi bawang putih kita itu cuma 4 persen dari kebutuhan nasional. Dari 4 persen ini, 40 persennya disokong oleh Jawa Tengah,” jelas ketua komisi B yang membidangi perekonomian ini.
Petani tidak mau menanam bawang putih karena merasa rugi. Pasalnya, petani selalu kalah jika harus berkompetisi dengan bawang impor.
“Keluhannya itu sudah lama. Kita kekurangan karena kita tidak bisa kompetisi, karena proteksi terhadap petani bawang putih itu kurang sehingga penghasilannya kurang. Sehingga petani lari menanam komoditas lain yang lebih menguntungkan,” paparnya.
Sumanto mengatakan, kualitas bawang putih lokal perlu ditingkatkan agar mampu bersaing dengan bawang impor. Sementara pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap petani.
“Mengapa ini (produksi bawang putih lokal) terus menurun? Karena petani merasa tidak menguntungkan, tidak bisa kompetisi,” kata dia.
Simak video ‘Jokowi Telepon Mendag Usai Dicurhati Petani Temanggung soal Impor Bawang’:
Sumanto menyebut, Komisi B DPRD Jateng saat ini tengah menyelesaikan pembuatan peraturan daerah (perda) tentang peningkatan balai peternakan, pertanian, perikanan. Perda ini disebutnya akan menghidupkan kembali balai-balai penelitian yang saat ini mati suri.
“Karena 60 persen hasil pertanian dan peternakan itu dari bibitnya. Kalau bibitnya jelek pasti hasilnya jelek, maka ini harus ada peningkatan,” tegasnya.
Di Jawa Tengah sendiri, lanjutnya, terdapat 40 balai peternakan seluas hampir 600 hektare, 30 balai peternakan seluas 47 hektare dan 17 balai perikanan seluas 21 hektare. Semua balai ini disebutnya dalam kondisi mati suri.
“Di situlah nanti Pemprov masuk ke situ untuk mengadakan penelitian, dengan menghasilkan produk-produk bibit yang unggul. Sehingga diharapkan produktivitas pertanian jauh terdongkrak baik kualitas maupun kuantitasnya. Perda ini sudah selesai dibahas, saat ini tengah menunggu hasil evaluasi dari kementerian,” jelasnya.
Selain itu, Komisi B juga menyiapkan raperda inisitif tentang tata kelola dan pemasaran ekspor produk pertanian, peternakan, perikanan dan UMKM Jawa Tengah. Raperda ini memberikan perlindungan lebih kepada petani, peternak maupun pembudidaya ikan.
“Kalau tidak ada campur tangan pemerintah, petani itu (bekerja) tradisional dan terus menerus akan seperti itu. Selama ini tidak ada kepastian harga jika mereka menanam bawang atau padi, kebanyakan waktu panen harganya justru anjlok,” ungkapnya.
“Konkritnya pemerintah harus memberikan jalan. Bahwa pemerintah akan memasarkan produk mereka. Selama ini belum ada payung hukumnya, maka kita dorong agar petani kita semakin terbantu,” imbuhnya.
Sumanto menyebut untuk saat ini tidak mungkin menyetop keran impor karena kebutuhannya jauh bandingannya dengan produksi. Menurutnya impor baru bisa ditekan jika produksi dalam negeri mampu ditingkatkan.
“Kalau sekarang sudah jauh terlambat. Pemerintah harus segera menyiapkan bibit yang unggul agar kualitas produk kita bersaing. Jika petani untung, pasti akan banyak petani lain yang tergiur menanam bawang putih, disitu produksi akan terdongkrak,” kata dia.
“Baru kemudian menekan impor sehingga produk petani lokal bisa masuk. Kalau produknya kualitasnya sama dengan produk impor, otomatis petani lokal akan kembali jadi tuan rumah di negerinya sendiri,” pungkas Sumanto.
Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.
Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …
Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.
- News
- Mobile
- Tablet
- Gadgets
- Camera
- Design
- More
-
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
-