Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan cuti melahirkan 6 bulan. Pasalnya, kebijakan ini berpotensi menimbulkan masalah bagi para wanita usia produktif.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani. Ia mengatakan, perpanjangan cuti justru akan memberikan efek kontraproduktif bagi para wanita usia muda.

“Kalau dari APINDO, justru dari kalangan kaum perempuan ini yang kalangan produktif dan bekerja, mereka istilahnya keberatan karena justru menjadi kontraproduktif bagi mereka, terutama dalam bagian rekrutmen,” ujar Hariyadi, di Kantor APINDO, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin (04/07/2022).

Hariyadi menambahkan, pihaknya telah melakukan survei secara terbatas dengan mengambil sampel dari sektor di bidang-bidang yang berkorelasi dengan isu ini.

“Ternyata responnya menarik. Dari wanita yang usia produktif ini justru kebanyakan tidak setuju,” tuturnya.

Dia menerangkan, ada beberapa alasan yang melandasi ketidaksetujuan para wanita tersebut terhadap RUU KAI itu.

Bisa kehilangan posisi di tempat kerja

Alasan pertama ialah para wanita ini merasa bisa kehilangan posisinya jika tidak masuk ke kantor terlalu lama. Dengan begitu, posisi mereka akan tergantikan dengan orang lain.

“Kalau mereka itu meninggalkan pekerjaan terlalu lama, mereka bisa kehilangan posisi. Jadi nanti kalo masuk digantikan lagi dengan orang lain,” ujar Hariyadi.

Perusahaan telah menyediakan ruang menyusui

Kemudian yang kedua, terkait pemberian susu pada bayi (ASI), Hariyadi mengatakan beberapa perusahaan telah memberikan ruang menyusui bagi para wanita. Sehingga, cuti tidak perlu diperpanjang.

“Masalah pemberian susu pada bayi. Ini di perusahaan, dalam arti kata terkena target UU ini ya, itu mereka juga tidak menjadikannya masalah. Perusahaan memberikan ruangan ASI,” tuturnya.

Perusahaan bimbang dalam merekrut wanita usia produktif

Alasan ketiga ialah perusahaan berpotensi mengalami kebimbangan saat akan memilih wanita usai produktif. Hal ini dilandasi oleh cost yang harus ditanggung perusahaan ke depannya.

“Jadi perusahaan ini untuk melihat bahwa mengambil wanita di usia produktif itu menimbulkan cost. Karena cost kan yang menanggung perusahaan. Nah, ini membuat perusahaan berpikir ‘wah jangan ambil yang itu deh, segmen yang itu (wanita usia produktif),” kata Hariyadi.

Hariyadi menuturkan, pihaknya sudah menyurati Pemerintah dan DPR dan meminta untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut hingga menghasilkan keputusan terbaik. Apalagi, kata Haryadi, pihaknya melihat sampling dari naskah akademik RUU tersebut dirasa masih kurang.

“Harapan kami ini perlu pendalaman supaya kita tidak mengambil keputusan yang keliru yang justru kontraproduktif kaum wanita kita yang dalam usia produktif,” tambahnya.

Melihat arah kebijakannya yang dirasa kurang tepat, Hariyadi menyarankan untuk dilakukannya pengkajian kembali, kembali lagi kepada tujuan utama UU tersebut dibuat.

“Balik lagi ini UU buat apa sih diberlakukan? Kita lihat kalau untuk kesejahteraan ibu dan anak, bukannya yang disasar wanita yang mendapatkan akses pekerjaan layaknya kurang? Jadi ini yang menurut saya nggak bener deh,” ujar Hariyadi.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.