Thursday . 09 August . 2024
thumb image

PT Garuda Indonesia Tbk baru merilis laporan keuangan tahun 2021. Tercatat perseroan masih mengalami kerugian tahun berjalan sebesar US$ 4,16 miliar atau setara Rp 62,3 triliun (kurs Rp 14.993).

Dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan usaha Garuda tercatat US$ 1,33 miliar dengan komposisi penerbangan berjadwal sebesar US$ 1,04 miliar penerbangan tidak berjadwal US$ 207,4 juta dan lainnya US$ 207,4 juta. Beban usaha perseroan tercatat mengalami penurunan jadi US$ 2,6 miliar, dibandingkan periode 2020 sebesar US$ 3,03 miliar.

Total aset Garuda Indonesia saat ini tercatat US$ 7,19 miliar yang terdiri dari aset lancar US$ 305,7 miliar dan aset tidak lancar US$ 6,88 miliar. Sementara itu, total liabilitas tercatat US$ 13,3 miliar yang terdiri dari total liabilitas jangka pendek US$ 5,77 miliar dan total liabilitas jangka panjang US$ 7,53 miliar. Total liabilitas dan ekuitas turun dibanding periode 2020, jadi US$ 7,19 miliar dari sebelumnya US$ 10,78 miliar.

Detikcom mencoba membandingkan kinerja Garuda dengan maskapai BUMN negara lain. Dirangkum Kamis (14/7/2022), berikut daftarnya:

    1. Malaysia Airlines

Malaysia Airlines merupakan maskapai nasional negara (flag carrier). Jika melihat nasibnya, tidak jauh dengan Garuda Indonesia.

Malaysia Airlines juga mengalami belitan utang dan kerugian besar hingga menyodorkan proposal restrukturisasi kepada kreditur dan lessor. Proses restrukturisasi utang diharapkan dapat selesai dalam waktu dekat.

Dilansir dari Free Malaysia Today, Malaysia Aviation Group (MAG), perusahaan induk Malaysia Airlines melaporkan EBITDA sebesar 433 juta ringgit atau setara Rp 1,46 triliun (kurs Rp 3.373) untuk tahun 2021. Kerugian maskapai tersebut tercatat sebesar 1,76 miliar ringgit atau setara Rp 5,94 triliun pada 2020.

    1. Saudi Airlines

Saudi Arabian Airlines adalah maskapai nasional Kerajaan Arab Saudi dan maskapai penerbangan terbesar di Timur Tengah. Maskapai ini ibarat Garuda Indonesia di Tanah Air.

Pada 2020 maskapai ini mencatat kerugian bersih US$ 163,5 juta atau setara Rp 2,37 triliun. Pandemi COVID-19 menjadi biang kerok karena perusahaan sempat menghentikan penerbangan.

Dilansir dari Saudia.com, perbaikan kinerja sudah terlihat di 2022. Tercatat maskapai telah mengangkut 5,1 juta penumpang pada kuartal I-2022, meningkat 75% dibanding periode yang sama pada 2021.

    1. Maskapai Lufthansa

Maskapai penerbangan Jerman, Lufthansa membukukan kerugian bersih sebesar 2 miliar euro pada kuartal III-2020 atau setara Rp 33,77 triliun (kurs Rp 16.889). Kinerja itu menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu dimana perseroan mampu mengantongi keuntungan 416 juta euro.

Mengutip AFP, perseroan menghadapi kondisi yang sulit dan menantang akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan penguncian wilayah (lockdown). Saat itu kapasitas pesawat hanya terisi 20%, sehingga menekan pendapatan perseroan selama Juli-September 2020.

Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan semua maskapai penerbangan memang mengalami kerugian selama pandemi COVID-19.

“Mana ada airlines yang tidak rugi selama pandemi? Tidak ada,” kata Alvin.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.