Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Ekonom Senior INDEF Faisal Basri memprediksi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite lebih besar dibandingkan solar.

Menurutnya, pemerintah akan menjaga kenaikan harga solar agar tidak melonjak. Pasalnya, kenaikan harga solar yang tinggi bisa berpengaruh lebih besar terhadap inflasi dibandingkan pertalite.

“Saya cukup yakin pemerintah akan menjaga harga solar tetap sangat murah karena efek inflasinya,” ujar Faisal kepada wartawan di Jakarta pusat, Senin (29/8).

Faisal menjelaskan kenaikan harga solar bisa berdampak signifikan ke inflasi karena konsumennya didominasi oleh kendaraan angkutan. Oleh karena itu, kenaikan harga solar diperkirakan berdampak pada logistik, sehingga bisa mengakibatkan harga barang lainnya naik.

“Pertalite itu tidak akan menimbulkan inflasi yang spiral. Solar kan (buat) harga barang naik, sehingga inflasinya naik lebih cepat,” imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan kenaikan harga solar maupun pertalite akan membuat inflasi melonjak. “Ini ada hitungan risiko. Kalau itu kita biarkan sesuai dengan harga pasar dan keekonomian, inflasi kita juga bisa meledak,” ujarnya dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia.

Hal tersebut, kata Jokowi, membuat pemerintah masih menahan harga BBM subsidi meskipun harga minyak mentah dunia sudah melambung tinggi. Caranya, dengan memilih opsi menambah anggaran subsidi energi. Menurutnya, dengan harga minyak mentah dunia saat ini, harga keekonomian pertalite di kisaran Rp17.100 per liter. Tetapi faktanya, Indonesia masih menjual pertalite Rp7.650 per liter.

Begitu pula dengan solar, yang harga keekonomiannya saat ini di kisaran Rp19 ribu per liter, tetapi masih dijual Rp5.150 per liter oleh PT Pertamina (Persero).

Tak cuma pertalite dan solar, pertamax pun harganya masih disubsidi oleh badan usaha sehingga hanya dijual Rp12.500 per liter. Padahal, harga keekonomiannya Rp17.300 per liter.

Keputusan yang diambil pemerintah untuk mempertahankan harga ini lah yang membuat anggaran subsidi membengkak menjadi Rp502,4 triliun dari sebelumnya Rp170 triliun.

“Itu ada plus minusnya atau daya beli masyarakat menjadi turun atau lari lagi ke growth kita menjadi turun juga karena konsumsi rakyat menurun. Ini pilihan-pilihan. Memang sekali lagi dunia dalam keadaan sulit dan kita pun berada dalam posisi itu. Kita hanya memiliki keuntungan harga komoditas,” pungkas Jokowi.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.