Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Sejumlah pengusaha tekstil khawatir keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), jenis Pertalite dan Solar hingga lebih dari 30 persen. Kenaikan harga BBM akan menurunkan daya beli masyarakat.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) Redma Wirawasta menyampaikan kenaikan harga BBM akan sangat berpengaruh terhadap logistik perusahaan karena mengandalkan Solar dan Pertalite. Hal ini kemudian akan mengerek harga barang dan menurunkan daya beli masyarakat.

“Cuman yang jadi masalah bukan itu saja, yang kami lebih risau itu masalah ke daya beli masyarakat, karena logistik semua naik, semua harga-harga jadi naik, terutama harga pangan,” ujarnya, Minggu 4 September 2022.

Sebagai kebutuhan utama, masyarakat akan lebih banyak dan fokus mengeluarkan uang yang dimiliki untuk pangan ketimbang hal lainnya, seperti produk dari serat dan benang.

“Pelemahan daya beli ini yang kami khawatir, karena mereka pasti fokus ke pangan, akhirnya tekstil ada penurunan konsumsi,” lanjutnya.

Redma mengungkapkan bahwa sebelum adanya kenaikan BBM pun untuk tekstil sudah terjadi penurunan selama Agustus 2022 akibat pasar yang dikuasai oleh barang impor. Bahkan, kata Redma, beberapa pengusaha telah melakukan setop produksi akibat stok yang biasanya untuk dua minggu kini sudah menumpuk hingga satu bulan.

“Ya kalau sudah stok satu bulan, kita nggak ada cadangan cash flow beli bahan baku, kalau yang di hulu nggak bisa terjual, kita stop produksi,” paparnya.

Dengan demikian, adanya keputusan pemerintah yang menaikkan BBM, sudah pasti akan menekan industri tekstil yang telah lebih dahulu tertekan akibat banjirnya produk impor.

Tekanan Ganda Industri Tekstil

Senada dengan Redma, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rahman khawatir dengan penurunan daya beli dan berharap harga BBM terutama solar dapat kembali seperti sebelumnya.

“Kenaikan harga BBM pasti berdampak, terutama soal logistiknya, karena Solar naik. Berharap sebenarnya jangan naik karena kondisi belum sepenuhnya baik,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, per 3 September 2022 harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000/liter. Kemudian harga solar subsidi naik dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800/liter. Pertamax juga ikut naik hari ini dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500/liter.

Menanggapi kenaikan harga BBM, Wakil Ketua III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan bahwa dampaknya akan bersifat universal untuk semua sektor dan usaha, tergantung dengan skala usaha.

“Dampak kenaikan BBM sifatnya universal untuk semua sektor dan skala usaha. Kalaupun tidak terpengaruh secara langsung di overhead cost [biasanya pada komponen beban logistik/transportasi], hampir semua pelaku usaha akan terkena dampak dari sisi penyesuaian/penurunan daya beli masyarakat,” jelasnya, Minggu 4 September 2022.

Sebagai contoh, jelas Shinta, di sektor jasa, kemungkinan besar yang terkena dampak besar hanya sektor transportasi, logistik, jasa perjalanan/pariwisata, atau sektor perdagangan.

Sementara itu, dampak dari kenaikan harga BBM ini akan mulai terlihat dalam satu hingga dua bulan ke depan sekaligus memantau kondisi inflasi akibat keputusan pemerintah tersebut.

“Perusahaan juga banyak yang perlu test the water baik untuk menahan kenaikan harga jual maupun untuk menaikkan harga jual untuk memastikan efeknya terhadap kinerja perusahaan dapat dimitigasi,” lanjutnya.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.