Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Hal itu disampaikan oleh FIFA melalui situs resminya pada Rabu (29/3) kemarin.

Hal ini sontak membuat para pecinta sepak bola di Indonesia kecewa. Padahal, ini salah satu event internasional yang dinantikan sejak 2021 lalu, namun terpaksa harus diundur ke 2023 karena pandemi COVID-19.

Indonesia sendiri juga sudah melakukan segala persiapan untuk perhelatan tersebut. Anggaran triliunan rupiah sudah digelontorkan untuk event besar itu.

Yoyok Sukawi, yang saat itu menjadi Anggota Komisi X DPR RI tahun 2020 sekaligus Komite Eksekutif PSSI, mengatakan bahwa Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) meminta kucuran dana sekitar Rp 400 miliar untuk pelaksanaan Piala Dunia U-20 2021 yang diundur menjadi Piala Dunia U-20 2023.

Lalu, pada Juni 2022, Zainudin Amali yang saat itu masih menjadi Menpora meminta tambahan dana sebesar Rp 3 triliun, di mana sebesar Rp 500 miliar digunakan untuk persiapan Piala Dunia U-20.

Ditambah lagi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2020 mengatakan bahwa proyek renovasi stadion untuk Piala Dunia U-20 membutuhkan dana sekitar Rp 400 miliar dengan skema dalam kontrak tahun jamak (MYC), jadi pengalokasiannya dilakukan pada tahun 2020 dan 2021. Dan tahun ini, Kementerian PUPR telah mengucurkan dana sebesar Rp 175 miliar untuk revitalisasi stadion yang akan dipakai untuk perhelatan Piala Dunia U-20 2023.

“Itu Rp 175 miliar semua. Ada lima stadion yang dipakai, terus yang 20 (lapangan) untuk latihan. (Stadion yang direvitalisasi, red.) ada di Palembang, Bandung, Solo, Bali, dan Surabaya,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dikutip dari Antara, Kamis (30/3/2023).

Dengan demikian, apabila dihitung maka total modal yang dikeluarkan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 telah menghabiskan sekitar Rp 1,4 triliun.

Dampak Batalnya RI jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023

Walau demikian, Indonesia disebut tidak akan terlalu berdampak jika dilihat dari sisi ekonomi. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai dampak ekonomi yang ditimbulkan dari batalnya perhelatan event internasional tersebut relatif kecil bagi Indonesia. Sebab, acara tersebut merupakan satu cabang olahraga saja.

“Kecuali Asian Games yang dibangun infrastruktur banyak sekali di daerah baru, itu baru besar (dampaknya). Kalau ini kan menggunakan fasilitas infrastruktur yang sudah ada, mau di Bali, di Jakarta, di Solo, dan sebagainya, menurut saya nggak terlalu besar (dampaknya),” tuturnya kepada detikcom, Kamis (30/3/2023).

Ia pun menyebutkan beberapa kemungkinan sumber kerugian yang ditimbulkan, mulai dari tiket penonton, hotel, restoran, hingga infrastruktur.

“Kalau tiket-tiket dan sebagainya, ya menurut saya nggak terlalu besar dibandingkan dampak sebuah event yang multi atau kompleks cabangnya,” paparnya.

Senada, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai tidak banyak dampak ekonomi yang ditimbulkan dari batalnya perhelatan tersebut.

“Sebenarnya dampaknya nggak banyak. Event ini kelasnya bukan kelas yang luar biasa yang membuat kita… misalnya seperti kita Asian Games kemarin atau kita melakukan event terkait dengan IMF dan World Bank,” tuturnya kepada detikcom.

“Ini eventnya relatif kecil sebenarnya, tapi dari sisi persepakbolaan, event ini memang mengandung makna yang besar, bisa memunculkan harapan baru, semangat baru di dalam membangun persepakbolaan kita,” tambahnya.

Piter menambahkan, salah satu hal yang disayangkan dari batalnya perhelatan ini adalah momentum untuk dapat membenahi persepakbolaan Indonesia. Namun demikian, ia mengajak masyarakat untuk melihat sisi positifnya.

“Mari kita melihatnya dengan positif saja daripada kita menghabiskan waktu untuk saling menyesali dan menyalahkan, mari kita ambil hikmah dari kejadian ini,” kata Piter.

“Dari sisi ekonomi kita sebenarnya tidak terlalu rugi-rugi amatlah. Yang kedua yang bisa kita ambil positifnya, soal membangun momentum persepakbolaan, ya walaupun kita kehilangan momentum, kita bisa mencari momentum lain untuk membangun persepakbolaan kita,” tutupnya.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.