Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dengan judul “2021 Country Reports on Human Rights Practices” menyoroti beragam praktik hak asasi manusia (HAM) di sejumlah negara, termasuk di Indonesia.

Salah satu hal yang disorot dalam laporan tersebut adalah aplikasi PeduliLindungi. Adapun PeduliLindungi merupakan aplikasi yang digunakan untuk melacak kasus Covid-19. Penggunaan aplikasi ini umumnya diwajibkan ketika individu memasuki ruang publik seperti mal atau restoran.

“Aplikasi ini menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan dan bagaimana data disimpan dan digunakan pemerintah,” tulis laporan itu seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (15/4/2022).

Sejumlah petinggi negara pun memberikan pernyataan terhadap laporan tersebut. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, tuduhan bahwa PeduliLindungi melanggar HAM tak berdasar. Ia menjelaskan, aplikasi PeduliLindungi melalui fitur kewaspadaan telah menjalankan fungsinya sebagai alat pencegahan pasien Covid-19 dan warga yang berisiko berkeliaran di tempat umum. Ia juga mengatakan, sepanjang periode 2021-2022, PeduliLindungi mencegah 3.733.067 orang dengan status merah (vaksinasi belum lengkap) memasuki ruang publik.

Aplikasi itu juga telah mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi Covid-19 (status hitam) melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup. “Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar,” kata Nadia dalam keterangan tertulis melalui laman resmi Kemenkes RI.

Klaim penanganan Covid-19 lebih baik ketimbang AS

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, keberadaan aplikasi PeduliLindungi untuk melindungi rakyat dari Covid-19. Dia mengeklaim, Indonesia lebih baik dalam mengatasi pandemi Covid-19 ketimbang Amerika Serikat. “Kita membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat. Nyatanya kita berhasil mengatasi Covid-19 lebih baik dari Amerika Serikat (AS),” ujar Mahfud dalam keterangannya kepada wartawan.

Ia mengungkapkan, aplikasi PeduliLindungi juga efektif dalam menurunkan penularan infeksi Covid-19 baik saat gelombang Delta maupun Omicron. Mahfud menjelaskan, PeduliLindungi merupakan upaya pemerintah untuk mengatur masyarakat untuk melindungi HAM komunal-sosial. “Melindungi HAM itu bkn hanya HAM individual tetapi juga HAM komunal-sosial dan dalam konteks ini negara harus berperan aktif mengatur,” ujar Mahfud.

Penanganan HAM AS tak lebih baik

Mahfud pun mengungkapkan, laporan sejenis terkait HAM seperti yang ditelurkan oleh Deplu AS adalah hal yang biasa, meski berdampak baik untuk penguatan masyarakat sipil. Namun, menurut Mahfud, isi laporan tersebut belum tentu benar. “Kalau soal keluhan dari masyarakat kita punya catatan AS justru lebih banyak dilaporkan oleh SPMH. Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasar Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali, ada juga India yang juga banyak dilaporkan,” ucap Mahfud. Hal serupa diungkapkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah.

AS dinilai perlu belajar dari RI

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyesalkan laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang menyebutkan adanya indikasi pelanggaran HAM terkait penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Rahmad berpendapat, pemerintah AS semestinya belajar kepada pemerintah Indonesia mengenai penggunaan aplikasi PeduliLindungi agar mereka dapat mengendalikan kasus Covid-19. “Daripada merilis tudingan dugaan pelanggaran HAM, Amerika lebih baik mempelajari bagaimana bermanfaatnya sistem aplikasi PeduliLindungi dalam mendeteksi Covid-19. Amerika perlu belajar dari Indonesia agar lebih sukses mengendalikan Covid-19,” kata Rahmad dalam siaran pers, Sabtu (16/4/2022).

Rahmad mempertanyakan dasar pemerintah AS menuding adanya pelanggaran HAM dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Politikus PDI-P ini berpandangan, AS melalui kedutaan besarnya semestinya dapat melakukan klarifikasi kepada pemerintah Indonesia mengenai sistem PeduliLindungi sebelum merilis laporan tersebut. “Jangan dong menjustifikasi laporan LSM untuk menyatakan bahwa Indonesia melanggar HAM. Sangat tidak fair kalau laporan analisa pelanggaran HAM dasarnya hanya sebatas LSM,” ujar Rahmad.

Ia pun menegaskan, pemerintah Indonesia berhak melindungi rakyatnya dari ancaman Covid-19 dengan menerapkan sistem PeduliLindungi yang menurutnya cukup berhasil dalam pengendalian Covid-19 di Tanah Air. Lebih lanjut, Rahmad pun mengeklaim penanganan Covid-19 di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan yang terjadi di negara berjuluk Negeri Paman Sam tersebut. “Jangan lupa, Indonesia pernah diundang Amerika Serikat untuk bertukar pikiran bagaimana mengendalikan Covid-19. Semestinya fakta ini dihormati, bukan justru mencari satu kesalahan yang hanya berdasarkan laporan LSM,” kata Rahmad.

Komnas HAM sebut tak ada laporan soal PeduliLindungi

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, aplikasi PeduliLindungi sudah sesuai untuk diterapkan dalam keadaan situasi darurat kesehatan pandemi Covid-19. “(PeduliLindungi) sudah sesuai sebagai perlindungan hak warga dalam situasi darurat kesehatan,” kata Beka saat dihubungi, Sabtu. Beka menjelaskan, aplikasi PeduliLindungi harus dilihat dalam konteks yang lebih luas yaitu perlindungan hak atas kesehatan dan hak hidup warga negara

Menurutnya, negara membutuhkan alat untuk melakukan tracing dan treatment dalam rangka mencegah penyebaran pandemi. “Kalau pemerintah tidak mengambil langkah justru bisa dikategorikan pelanggaran HAM,” ucap dia. Selain itu, Beka mengungkapkan, sejak awal aplikasi PeduliLindungi diluncurkan tidak pihaknya belum pernah menerima laporan pengaduan pelanggaran HAM terkait aplikasi itu. “Sampai saat ini Komnas HAM belum pernah menerima pengaduan warga terkait penggunaan aplikasi PeduliLindungi," tuturnya.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.