Tuesday . 09 November . 2024
thumb image

Para pakar mengatakan, China dan India mengirimkan jutaan dosis vaksin Covid-19 ke berbagai negara sebagai bagian dari usaha diplomasi meningkatkan reputasi mereka.

Februari 2020, ketika virus Covid-19 melanda kota Wuhan di China, muncul gerakan diplomatik yang dilakukan kedutaan India di Beijing.

Duta Besar India untuk China Vikram Misri mengatakan, warga Wuhan memiliki tempat khusus di hati banyak warga India dan dia menawarkan bantuan apa saja agar Wuhan keluar dari krisis.

Perdana Menteri India Narendra Modi menulis surat ke Presiden China Xi Jinping menyampaikan rasa solidaritasnya.

Kemudian di akhir Februari 2020, dia mengirimkan pesawat militer C-17 ke Wuhan yang membawa 15 ton pasokan medis.

Namun dalam 12 bulan sudah banyak terjadi perubahan.

Jumlah kasus Covid-19 meningkat dengan drastis di India pada 2020, sementara di China jumlah kasusnya menurun dengan cepat.

Rasa solidaritas berubah menjadi persaingan, dengan kedua negara menggunakan vaksin untuk menguatkan posisi dan pengaruh mereka di Asia dan di seluruh dunia.

Di saat negara-negara kaya menguasai sebagian besar vaksin yang sudah diproduksi di negara Barat, negara-negara miskin masih berjuang untuk mendapatkan pasokan vaksin.

India berusaha menjadi apotek dunia

Reputasi India menurun karena kegagalan menangani penyebaran virus corona dan reputasi China juga tercoreng karena dituduh sebagai tempat asal-usul Covid-19, namun berusaha menutup-nutupinya.

Kedua negara ini pun kemudian berusaha mengalihkan perhatian dan meningkatkan reputasi mereka di seluruh dunia.

China menggantungkan diri pada dua vaksin yang dibuat di dalam negeri, sementara India lebih pada produksi dan distribusi vaksin yang dikembangkan Oxford-AstraZeneca.

Pradeep Taneja, dosen senior kajian Asia di University of Melbourne, bertutur bahwa kedua negara sedang berusaha keras melakukan apa yang disebut “diplomasi vaksin”.

“Ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa China bukanlah pengaruh buruk bagi sistem internasional. Tapi China adalah penyumbang yang positif,” kata Taneja.

Sementara itu India, negara produsen vaksin terbesar di dunia, sudah menyatakan siap menjadi “apotek dunia”, slogan yang sudah banyak digunakan oleh politikus dan komentator politik di India.

Serum Institute di India saat ini sedang memproduksi vaksin Oxford-AstraZeneca dan berharap bisa memproduksi hingga satu miliar dosis di akhir 2021.

India sudah mengirimkan vaksin ke Myanmar, Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Maladewa sebagai bagian dari inisiatif “Vaccine Maitri” atau “Vaksin Persahabatan”.

Menteri Luar Negeri India pada pekan ini mengatakan, Vaccine Maitri adalah langkah praktis yang menunjukkan apa yang mereka percayai dan pendekatan mereka.

Sementara itu, China sudah memiliki dua vaksin yang disetujui penggunaannya di dalam negeri, dari satu perusahaan BUMN Sinopharm dan satu lagi dari Sinovac Biotech.

Indonesia, Turki, Brazil, Chile, Kolombia, Uruguay, dan Laos sudah memberikan izin darurat bagi penggunaan vaksin Sinovac, walau masih ada pertanyaan soal efikasi dari vaksin tersebut.

China mengatakan motivasi mereka bukan politik

Pekan ini, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin berkata, dengan berpartisipasi dalam kerjasama internasional, China berusaha menjadikan vaksin barang yang bermanfaat bagi publik global.

Dia juga mengatakan China mengirimkan vaksin ke 27 negara, sebagian besar adalah negara berkembang dan menyediakan vaksin kepada 53 negara yang memerlukan.

Namun para pakar mengatakan kedua negara terlibat dalam kampanye yang diatur sedemikian rupa, sehingga usaha diplomatik ini menjadi perhatian media ketika mendistribusikan vaksin ke negara tetangga.

“Jadi ketika vaksin tiba, duta besar India atau duta besar China di sana akan menerima vaksin tersebut,” kata Taneja.

“Diplomat juga mengunggah video dan gambar penerimaan vaksin,” imbuh Taneja.

Persaingan kedua negara juga melibatkan netizen dan media dimana mereka menyampaikan narasi negatif mengenai vaksin di negara lainya.

Sebuah laporan dari Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) menggambarkan, perang yang terjadi di internet dan juga di media masing-masing negara China dan India.

Analis ASPI Ariel Bogle mengatakan, pengguna media China berulang kali menerbitkan berita yang mengkritik program vaksinasi India.

“The Global Times menerbitkan 20 berita mengenai India dan program vaksinasinya di bulan Januari, sebagian besar adalah berita negatif, mempertanyakan keamanan dan efikasi vaksin India,” kata Ariel, yang sebelumnya pernah menjadi wartawan ABC.

Sementara itu, netizen di India berulang kali mengatakan China mengekspor virus dan India berhasil mematikan virus lewat program vaksinasi.

Negara mencari mitra baru

Persaingan strategis ini tampak sekali terjadi di negara-negara yang menjadi tujuan China dan India untuk memperkuat pengaruhnya.

Nepal yang secara geografis terletak antara kedua negara sudah menjadi pusat pergerakan geopolitik ini.

China dan India mengirimkan vaksin ke Nepal.

Menurut Ariel, ada pertanyaan tidak resmi dari Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli, jika negaranya lebih menyukai vaksin India dibandingkan China dan itu sudah disebarluaskan oleh media India.

“Versi dari pernyataan itu muncul di Instagran di mana ada enam unggahan yang mendapatkan 65 ribu interaksi, menurut platform pemantau CrowdTangle,” ujar Ariel.

Kedua negara juga berusaha mencari negara-negara baru di luar mitra tradisional yang ada.

Taneja menuturkan, Kamboja selama ini dipandang sebagai sekutu terdekat China di Asia Tenggara, namun PM Hun Sen menelpon PM India untuk meminta bantuan soal vaksin.

Sementara China sudah menawarkan satu juta dosis vaksin Sinopharm ke Kamboja, dengan ratusan ribu sudah dikirimkan.

Tapi ada permintaan juga dari Kamboja ke India yang “menunjukkan Kamboja tidak sepenuhnya percaya bahwa China akan bisa memenuhi permintan mereka,” kata Taneja.

India juga bersaing pengaruh dengan pesaing utamanya, yakni Pakistan.

Setengah juta dosis vaksin AstraZeneca sudah tiba di Afghanistan bulan ini, negara di mana India dan Pakistan sedang berebut pengaruh.

Hanya ada satu negara yang bisa memenuhi permintaan dunia

Pengiriman vaksin dari China ke luar negeri sejauh ini menghadapi beberapa kendala dan sudah terjadi penundaan dalam pengiriman vaksin ke Turki dan Brasil.

Namun di Afrika, China memiliki jaringan diplomatik lebih luas dibandingkan India sehingga bisa mendistribusikan vaksin lebih cepat.

Presiden Perancis, Emmanuel Macron pekan ini memperingatkan jika tidak ada vaksin dari negara-negara Barat yang tiba dalam enam sampai 12 bulan mendatang, maka beberapa negara Afrika akan menghadapi tekanan dari rakyat mereka sendiri untuk membeli dari China atau Rusia.

“Dan kekuatan negara Barat hanya tinggal konsep saja, bukan realitas lagi,” ujar Macron.

India sekarang menggunakan kemampuan manufakturnya yang besar untuk meningkatkan kekuatan diplomasi mereka.

Duta besar Australia untuk India Barry O’Farrell pada Desember 2020 mengatakan, hanya ada satu negara di dunia yang memiliki kemampuan manufaktur untuk memasok ke seluruh negara di dunia dan negara itu adalah India.

“India memiliki kapasitas dalam masalah produksi vaksin, namun kapasitas diplomatik mereka yang menjadi masalah karena India memiliki korps diplomatik paling kecil dalam perbandingan besarnya negara,” kata Taneja.

Namun menurut Taneja, dalam distribusi vaksin ini India akan bisa menandingi China.

“India menggunakan kekuatan utama yang dimiliki dengan menggambarkan diri sebagai hal yang berbeda dari China, bahwa mereka adalah sebuah negara demokrasi yang mau membantu negara tetangga dan membantu negara berkembang lain menangani pandemi,” ujar Taneja.

ABC sudah berusaha mendapatkan komentar dari Kementerian Luar Negeri China.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.