Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Korea Selatan mengembangkan sistem pertahanan baru dari serangan artileri dan roket jarak pendek yang meniru Iron Dome Israel, untuk melawan Korea Utara.

Pemerintah Korea Selatan mengatakan pada Juni bahwa mereka berencana menganggarkan sekitar 2,5 miliar dollar AS (Rp 36,2 triliun) untuk meneliti, mengembangkan, serta mengadakan sistem baru pada 2035.

Pada 1950-1953, Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata, tidak ada perjanjian damai antara Korea Selatan dan Korea Utara.

Kedua negara kemudian membangun pasukan dan persenjataan di sepanjang zona demiliterisasi (DMZ).

Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik, yang memunculkan perkiraan rival bebuyutannya tidak akan mampu bertahan melawan senjata-senjata itu.

Namun saat ini, Korea Selatan akan mengembangkan Iron Dome, yang dapat mengimbangi, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Jumat (16/7/2021).

Korea Utara diperkirakan memiliki 10.000 artileri, termasuk peluncur roket di utara DMZ, kurang dari 100 kilometer dari wilayah Seoul yang berpenduduk 25 juta orang, setengah dari populasi Korea Selatan.

Sistem baru Korea Selatan akan bertujuan untuk mempertahankan ibu kota Seoul, fasilitas intinya, serta infrastruktur militer dan keamanan utama melawan pengeboman Korea Utara, menggunakan rudal pencegat.

Namun, sistem anti-rudal Korea Selatan perlu jauh lebih handal dari pada sistem Israel.

“Iron Dome merespons roket yang ditembakkan oleh kelompok militan, seperti Hamas dan pasukan tidak teratur secara sporadis,” kata Kolonel Suh Yong Won, juru bicara Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) pada Juni.

“Beberapa bagian dari sistem akan memiliki kesamaan, tetapi apa yang akan kami bangun dirancang untuk mencegat artileri jarak jauh oleh Korea Utara, yang membutuhkan tingkat teknologi yang lebih tinggi, mengingat situasi keamanan saat ini,” terang Suh Yong Won.

Ia mengatakan, itu sebabnya sistem Korea Selatan diperkirakan lebih mahal dari pada sistem Israel.

Pakar militer juga mencatat bahwa Korea Selatan mungkin perlu lebih banyak menembakan proyektil dari pada yang dilajukan Israel.

Hamas menembakkan sekitar 4.300 roket selama 10 hari dalam konflik Gaza terbaru.

Sementara Korea Utara, diperkirakan dapat meluncurkan 16.000 roket per jam, menurut laporan baru-baru ini oleh surat kabar Hankyoreh.

“Ini adalah usaha yang sangat menantang,” kata Ankit Panda, rekan senior Stanton di Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace.

Namun, para ahli tampaknya yakin Korea Selatan akan mampu mengembangkan pertahanan rudal yang efektif melawan tembakan artileri dan roket Korea Utara. Pertanyaannya adalah harga.

“Tidak ada pilihan untuk Korea Selatan, mau bagaimana lagi,” kata Jo Dong Joon, direktur Pusat Studi Korea Utara di Universitas Nasional Seoul.

“Korea Selatan khawatir bahwa Korea Utara dapat menembakkan artileri jarak jauhnya tanpa banyak rasa takut akan pembalasan,” ucapnya.

Dorongan untuk mengembangkan sistem pertahanan Korea Selatan datang pada 2010, ketika Korea Utara menembaki pulau perbatasan Yeonpyeong dan menewaskan 4 orang.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.