Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Saat KTT Keamanan Munchen berlangsung pekan lalu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, norma mendasar dari hubungan internasioanal mencakup penghormatan terhadap kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas teritorial negara mana pun, termasuk Ukraina.

Beberapa hari setelah pidato Wang Yi, Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina melalui jalur darat, udara dan laut, dari tiga arah, dan menggenapi apa yang telah diprediksi oleh dinas intelijen Barat selama beberapa bulan terakhir.

Dalam konferensi pers pada Kamis (24/2/2022), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengkritik para wartawan yang menggunakan kata “invasi” sebagai metode pertanyaan “khas Barat”.

Ketika roket Rusia menghantam kota-kota Ukraina, Hua kembali mengulangi apa yang menjadi tanggapan standar China terhadap konflik tersebut, dan menyerukan semua pihak agar menahan diri demi mencegah situasi menjadi tidak terkendali.

Pada hari itu juga, di Twitter, Hua mengeklaim bahwa China mendukung keadilan dan perdamaian, seraya menambahkan bahwa banyak negara yang menyelesaikan perselisihan internasional secara damai sesuai dengan tujuan dan prinsip Piagam PBB.

Beijing menyadari bahwa Piagam PBB melarang penggunaan kekuatan senjata dalam hubungan internasional kecuali dalam kasus pembelaan diri.

Diplomasi permainan kata ala China

Apakah Kementerian Luar Negeri China memberi petunjuk tidak langsung kepada Moskwa agar membatalkan invasi, meski Beijing tidak ingin menggunakan istilah itu?

Tampaknya tidak. Besar kemungkinan Beijing akan terus berusaha menerapkan retorika yang meyakinkan dunia bahwa China adalah negara yang cinta damai, sementara pada saat yang sama diam-diam mendukung Putin dengan menuduh AS sebagai penghasut perang, pakar China Didi Kirsten Tatlow, dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman, menjelaskan kepada DW.

Retorika damai China akan kurang efektif kecuali Beijing mengambil tindakan nyata dan secara terbuka di publik untuk menentang agresi Rusia di Ukraina, katanya.

Ujian terhadap posisi yang siap diambil China akan terlihat selama pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada Jumat (25/2/2-22) saat memberikan suara pada resolusi pimpinan AS yang mengutuk agresi Rusia di Ukraina.

Jika China abstain, seperti yang diharapkan, dukungan diam-diamnya terhadap Moskwa “akan menjadi lebih jelas,” kata Tatlow.

Mungkinkah China bersekutu dengan AS?

“Xi Jinping jelas tidak tertarik untuk bergabung dengan AS,” tambah Tatlow. “Dia dan Partai Komunis China secara terbuka menolak demokrasi. Tidak masuk akal untuk mengharapkan dia mengubah posisinya secara fundamental. Dia akan melihat itu sebagai ‘menjual’ China,” katanya.

“Mungkin jika situasinya berkembang sangat negatif bagi China, dia mungkin mengubah posisinya,” kata Tatlow, “tetapi kita belum dapat mengetahuinya.”

Utusan China untuk PBB Zhang Jun mengatakan pada Kamis bahwa pintu menuju solusi damai belum sepenuhnya tertutup. Sehari setelah itu, pihak berwenang Ukraina melaporkan lebih dari 130 orang tewas pada hari pertama invasi.

China hadapi dilema

Bertahun-tahun di bawah pemerintahan Xi, China berupaya untuk menampilkan sistemnya sebagai alternatif dari model tatanan internasional yang dipimpin Barat.

Tatlow mengatakan China berada pada posisi yang sulit – dipaksa untuk memilih antara mendukung mitra Rusianya dalam mengubah tatanan internasional dan menderita akibat reputasinya yang rusak secara besar-besaran dengan berpihak kepada negara yang menyerang negara berdaulat.

“Hari-hari dan minggu-minggu mendatang akan menunjukkan apa yang dipilih China dan apakah ia dapat menentukan posisinya di antara dua kutub, yang memungkinkannya untuk menyelamatkan muka tetapi juga tetap berteman dengan Rusia,” katanya.

Apa yang diketahui Xi selama bertemu Putin?

Pada 4 Februari lalu, Xi dan Putin bertemu saat pembukaan Olimpiade di Beijing dan secara bersama memberi penyataan, yang antara lain mengutuk ekspansi NATO ke arah timur.

Setelah serangan skala penuh pekan ini di Ukraina, Kementerian Luar Negeri China ditanya apakah Xi sebelumnya sudah tahu tentang rencana Putin untuk meluncurkan invasi.

Juru bicara Hua mengatakan Rusia adalah kekuatan independen yang tidak perlu mencari persetujuan dari China.

“Itu secara independen memutuskan dan menerapkan diplomasi dan strateginya sesuai dengan penilaian dan kepentingan strategisnya sendiri,” katanya.

Tatlow mengatakan, Xi pasti memiliki beberapa gagasan tentang apa yang mungkin terjadi.

“Kami tidak tahu seberapa banyak yang diketahui Xi pada 4 Februari, ketika dia dan Putin mengeluarkan pernyataan di Beijing tentang awal era baru dan kerja sama tanpa batas,” kata Tatlow.

“Mungkin dia meremehkan Putin. Tapi sulit membayangkan bahwa Beijing kurang mendapat informasi, atau setidaknya tidak mempertimbangkan kemungkinan itu,” tambahnya.

Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mencatat pada sebuah panel pada akhir Januari bahwa invasi ke Ukraina sebelum dimulainya Olimpiade Musim Dingin mungkin tidak akan disambut dengan antusias oleh Xi.

Sherman mengatakan, itu bisa menjadi pertimbangan bahwa Putin mempertimbangkan hal itu dalam jadwalnya untuk tindakan lebih lanjut terhadap Ukraina.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.