Ketua Duma Negara Federasi Rusia, Vyacheslav Volodin mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa membuka penyelidikan atas kejahatan Amerika Serikat terhadap kemanusiaan. Ia menulis di Telegram pada peringatan 20 tahun pidato terkenal Menteri Luar Negeri AS saat itu Colin Powell di Dewan Keamanan PBB pada 2003.
Volodin memberikan kritik pedas terhadap apa yang digambarkan sebagai Amerika Serikat yang merupakan kekaisaran kebohongan. Dia menyebut 5 Februari 2003 adalah tanggal salah satu penipuan terbesar komunitas global oleh Amerika Serikat. Dia ingat bahwa selama pertemuan penting Dewan Keamanan, Powell menuduh Irak memproduksi senjata pemusnah massal, memberikan botol dengan bubuk putih sebagai bukti. Saat itu, menteri luar negeri AS mengatakan vial itu bisa digunakan untuk menyimpan antraks.
Meski PBB tidak menyetujui invasi Irak, AS tetap menyerang negara itu. “Setengah juta warga sipil menjadi korban, presiden dieksekusi, negara hilang,” tulis Volodin. Ia menunjukkan bahwa Powell kemudian mengakui bahwa aksi botol itu adalah tipuan, namun Washington tidak pernah dimintai pertanggungjawaban. “Semua kebijakan Amerika Serikat dan kolektif Barat didasarkan pada kebohongan,” ujarnya.
Dia mencatat bahwa hal yang sama berlaku terhadap janji NATO untuk tidak memperluas ke arah timur setelah runtuhnya Uni Soviet dan blok Timur, serta Perjanjian Minsk 2014 dan 2015. Yang terakhir ditandatangani oleh Rusia, Ukraina, Prancis, dan Jerman dalam upaya membuka jalan bagi perdamaian di Ukraina dengan memberikan status khusus Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
“Kesepakatan ini ternyata juga tipuan, tetapi (mantan Kanselir Jerman Angela) Merkel dan (mantan Presiden Prancis Francois) Hollande bertindak seperti yang dilakukan Powell,” kata Volodin.
Dia merujuk pada pengakuan mengejutkan oleh dua mantan pemimpin tersebut, yang mengakui pada bulan Desember bahwa Perjanjian Minsk hanya dimaksudkan untuk memberi Ukraina waktu memperkuat pasukannya. “PBB harus menyelidiki kejahatan Washington terhadap kemanusiaan. Dan pembuat keputusan harus dihukum atas jutaan korban, pengungsi, takdir yang hancur, negara yang hancur,” ujar Volodin.
Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.
Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …
Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.
- News
- Mobile
- Tablet
- Gadgets
- Camera
- Design
- More
-
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
-