Tepat pada tanggal 30 Juni 2022, Indonesia kini memiliki 3 Provinsi baru. 3 Provinsi tersebut merupakan hasil pemekaran wilayah Papua. Sehingga, nantinya akan ada 5 Provinsi di Papua, yaitu Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua.
Sebenarnya, isu pemekaran ini sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Bahkan, jejak dari pembahasannya pun bisa ditemukan pada Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) tahun 2022-2041.
Pembentukan 3 provinsi baru ini merujuk pada RUU tentang Daerah Otonomi Baru (DOB). Di mana, pengesahannya diputuskan melalui rapat paripurna DPR. Tentu saja pemekaran yang terjadi menuai polemik di tengah masyarakat.
Pro dan kontra bermunculan, terutama di kalangan masyarakat Papua yang diwakili oleh Majlis Rakyat Papua (MRP). Imotius Murib, Ketua MRP mengkritisi sikap DPR dan Pemerintah yang pada akhirnya mengesahkan RUU ini.
Sebenarnya akan ada banyak polemik yang muncul akibat dari pemekaran wilayah ini. Bahkan, setelah pengesahannya masih banyak rakyat Papua yang melakukan unjuk rasa.
Ada beberapa pandangan yang muncul, baik dari rakyat Papua itu sendiri atau dari pemerintah. Adapun beberapa pandangan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Beberapa Pandangan Rakyat Papua Mengenai Pemekaran Wilayah
Merupakan Keputusan Sepihak dan Dianggap Tidak Memiliki Persiapan yang Matang
MRP menilai bahwa keputusan pemekaran wilayah Papua ini merupakan keputusan sepihak. Dinilai seperti itu karena memang MRP sudah tidak dimintai persetujuan mengenai proses pembahasan RUU tentang 3 Provinsi baru ini.
Padahal beberapa waktu ke belakang isu pemekaran ini sudah banyak ditentang. Ada berbagai alasan yang mendasari penentangan pemekaran wilayah ini. Salah satunya adalah tidak adanya persiapan yang matang untuk menjadikan daerah tersebut bisa mandiri secara finansial.
Meskipun pada rapat pengesahannya dikatakan bahwa seluruh anggaran daerah otonom baru akan diambil dari APBN. Namun yang dikawatirkan adalah jika dana tersebut tidak lancar, maka daerah otonom tidak bisa berjalan dengan baik.
Selain dilihat dari segi finansialnya, dari segi sarana dan prasarana pun ditakutkan pemekaran wilayah Papua ini akan menjadi daerah otonom yang gagal. Seharusnya ada persiapan terlebih dahulu minimal 3 tahun untuk mempersiapkan provinsi baru.
Ketidakberpihakan Pemerintah Pusat Terhadap Rakyat Papua
Seperti yang sudah disinggung di atas, pengesahan RUU ini tidak melibatkan rakyat Papua, hal ini memunculkan banyak pendapat mengenai ketidakberpihakan pemerintah pusat terhadap rakyat Papua. Jika dianalisis lebih dalam maka pemekaran ini bisa dikatakan mengesampingkan kesejahteraan orang asli Papua demi kepentingan pemerintah.
Sejak awal tahun 2022, rakyat Papua juga sudah pemekaran ini. Namun, lagi-lagi pengesahan tetap terjadi. Dari pengesahan ini, menurut Jefry, juru bicara Petisi Rakyat Papua keegoisan pemerintah pusat begitu jelas terlihat. Dengan adanya pengesahan tanpa adanya persetujuan rakyat Papua dinilai sebagai proses penjajahan pemerintah terhadap rakyat Papua.
Bisa Terjadi Eksploitasi Sumber Daya Alam Secara Besar-Besar
Isu eksploitasi sumber daya alam tentu tidak akan pernah habis untuk dibahas. Begitu pula ketika pemekaran wilayah Papua ini memuncak. Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, hampir semua daerah di Papua mengalami kesulitan secara finansial.
Hal ini dikarenakan pungutan atas retribusi atau pajak hanya menguntungkan daerah perkotaan. Sementara, wilayah seperti Papua memiliki perdagangan dan industri jasa yang minim. Sehingga, sangat sedikit memperoleh pajak asli daerah (PAD).
Dari sinilah muncul karena kemustahilan memperoleh pendapatan daerah dari pajak warga, maka 3 provinsi baru bisa melakukan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran. Eksploitasi yang dilakukan lambat laun akan berpengaruh terhadap ekosistem alam.
Perlu diketahui, bahwa 2 provinsi yang sudah ada sebelumnya belum memiliki kemandirian keuangan daerah. 2 provinsi tersebut masih sangat tergantung pada pemerintah pusat.
Polemik Pemilu Mendatang
Pemekaran wilayah Papua ternyata memang mengundang banyak sekali polemik. Salah satunya perihal pemilu 2024 mendatang. Dampaknya bisa tercermin dari daftar pemilih, daerah pemilih, pemilihan gubernur, dan pemilihan beberapa aspek penting dalam sebuah provinsi. Hal ini membuat KPU harus mengusulkan terjadinya revisi terhadap undang-undang pemilu.
Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan anggaran untuk 3 provinsi baru. Di mana, memang membangun sebuah provinsi diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa alokasi komponen transfer untuk 3 provinsi baru akan menyesuaikan dengan anggaran provinsi induk.
Bisa Terjadi Marginalisasi Orang Asli Papua dan Dominasi Penduduk dari Luar
Pemekaran wilayah bisa menjadi salah satu kendaraan masuknya pendatang dan tentu saja akan memperkuat dominasi masyarakat non Papua. Pemekaran ini akan mendatangkan banyak sekali pelaku usaha yang mengembangkan bisnisnya di Papua. Selain itu, biasanya daerah otonom baru akan dibangun di wilayah yang mayoritas penduduknya non-Papua. Hal ini tentu saja memperparah marginalisasi orang Papua. Bahkan, dari pemekaran wilayah Papua ini marginalisasi bisa terjadi pada ranah pemerintahan dan politik. Meskipun saat ini otonomi khususnya sudah berjalan hampir 2 dekade, tetapi hanya sedikit orang asli Papua yang memiliki kesempatan untuk berada di posisi parlemen dan birokrasi.
Sebenarnya, rakyat Papua bukan tidak mau mendukung adanya perbaikan dan peningkatan pelayanan melalui pemekaran wilayah Papua ini. Hanya saja, justru mengingatkan pemerintah untuk fokus terhadap agenda-agenda yang lebih mendesak. Masih banyak sekali pelanggaran HAM yang belum diselesaikan selama puluhan tahun, kegagalan pembangunan, diskriminasi orang Papua, dan lain sebagainya. Seharusnya, hal inilah yang menjadi fokus utama pemerintah untuk rakyat Papua.
Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.
Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …
Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.
- News
- Mobile
- Tablet
- Gadgets
- Camera
- Design
- More
-
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
- Widget Haeder
- Awesome Features
- Clean Interface
- Available Possibilities
- Responsive Design
- Pixel Perfect Graphics
-