Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Minyak goreng merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia di samping makanan pokok nasi. Hampir setiap hari, aktivitas perdapuran memerlukan minyak goreng untuk memasak, terutama menggoreng bumbu dan lauk. Kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasaran mendorong para ibu rumah tangga dan pedagang kuliner kelimpungan. Pasalnya setiap aktivitas memasak tak lepas dari menggoreng. Bila ditelusuri lebih mendalam, sebenarnya apakah penyebab kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di Indonesia? Bagaimanakah dampak kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di Indonesia? Bagaimanakah pandangan masyarakat terhadap kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di Indonesia? Apakah solusi yang efektif untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di Indonesia?

A. MENGUSUT PENYEBAB LANGKA DAN MAHALNYA MINYAK GORENG DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara dengan penghasil CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Posisi itu tentu saja tak lepas dari luas perkebunan sawit di Indonesia. Lima negara penghasil minyak sawit atau CPO terbesar di dunia diantaranya; Indonesia, Malaysia, Thailand, Kolombia, dan Nigeria. Berdasarkan laporan Statistik Kelapa Sawit Indonesia tahun 2021 terungkap bahwa luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 15,1 juta hektare dengan jumlah produksi CPO lebih dari 46,8 juta ton. Sementara itu, posisi kedua diduduki Malaysia dengan produksi minyak sawit diperkirakan mencapai 18,7 juta ton dan luas perkebunan sawit mencapai 5,35 juta hectare. Posisi ketiga adalah Thailand dengan produksi Minyak CPO sebanyak 3,12 juta ton dan luas lahan perkebunan sawit 810 ribu hectare. Selanjutnya, produksi minyak kelapa sawit di Kolombia mencapai 1,65 juta ton dari luas lahan sawit yang hanya mencapai 260 ribuan hectare. Posisi kelima adalah Nigeria dengan menghasilkan minyak kelapa sawit 1,4 juta ton dan luas perkebunan sawit mencapai 2,5 juta hektare. Jika Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, mengapa sampai terjadi kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di Indonesia?. Ini adalah sebuah pertanyaan besar yang perlu diusut tuntas penyebab kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Bahkan yang lebih miris lagi, kelangkaan minyak goreng ini terjadi di berbagai daerah, masyarakat justru mengeluh kesusahan mendapatkan minyak goreng. Di ritel modern misalnya, rak-rak yang biasanya jadi etalase produk minyak goreng, lebih sering terlihat kosong. Pedagang pasar tradisional maupun warung-warung juga mengaku tak menjual minyak goreng murah sesuai program pemerintah. Kalaupun ada stok minyak goreng, itu pun masih dibanderol dengan harga mahal. Mengapa hal ini bisa terjadi?. Perlu diketahui bahwa CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan harga. Kenaikan itu dari $1100 menjadi $1340. Sehingga minyak goreng menjadi mahal. Akibat kenaikan CPO, produsen minyak goreng lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri. Produsen akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar apabila menjual minyak goreng ke luar negeri. Selain itu, adanya Program B30 Pemerintah dimana pemerintah mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Konsumsi CPO yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel. Hal itu karena ada kewajiban untuk pengusaha CPO agar memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30 persen. Tentu saja sebagai akibatnya maka pasokan CPO untuk produksi minyak goreng berkurang sehingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasaran. Di samping itu, ada beberapa negara di belahan dunia lain yang sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19. Konsumen luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke CPO. Sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO. Adapun mahalnya harga minyak goreng disinyalir dipicu oleh keberadaan produsen minyak goreng hanya ada di beberapa daerah saja. Sedangkan proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai daerah di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga distribusi. Faktor lain terkait logistik, harga kontainer saat ini lebih mahal dari sebelumnya. Shipping atau perkapalan juga mengalami kenaikan harga. Faktor itu mendorong harga minyak goreng mengalami kenaikan sehingga lebih mahal dari sebelumnya.

B. DAMPAK DARI KELANGKAAN DAN MAHALNYA MINYAK GORENG DI INDONESIA

Berdasarkan laporan Institut for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), kerugian ekonomi akibat naiknya harga minyak goreng mencapai Rp3,38 triliun. Nilai kerugian tersebut merupakan akumulasi dari dua periode pada April-September 2021 dan Oktober 2021-19 Januari 2022. Secara rinci, kerugian masyarakat akibat kenaikan harga minyak goreng pada April-September 2021 sebesar Rp0,98 triliun. Sedangkan, kerugian mencapai Rp2,4 triliun pada Oktober 2021-19 Januari 2022. Berdasarkan kelas ekonominya, masyarakat dengan pengeluaran per kapita sebesar Rp1 juta-Rp1,5 juta per bulan mengalami kerugian paling besar, yakni 0,82 triliun. Kerugian tersebut dihitung dengan menggunakan asumsi konsumsi minyak goreng sebesar 2,21 juta liter per hari. Kelompok dengan pengeluaran per kapita sebesar Rp600 ribu-Rp 800 ribu per bulan mengalami kerugian sebesar Rp0,54 triliun. Lalu, kelompok dengan pengeluaran per kapita sebesar Rp800 ribu - Rp 1 juta per bulan merugi Rp0,46 triliun. Sedangkan, kelompok yang mengalami kerugian paling rendah memiliki pengeluaran di bawah Rp300 ribu sebulan, yakni Rp0,03 triliun. Di atasnya ada kelompok dengan pengeluaran di atas Rp5 juta, yakni Rp0,07 triliun. Berdasarkan wilayahnya, kerugian ekonomi terbesar dari krisis minyak goreng dialami oleh rumah tangga di Jawa, yakni Rp1,99 triliun. Posisinya disusul oleh konsumen rumah tangga di Sumatera dengan kerugian sebesar Rp0,85 triliun. Kelangkaan minyak goreng yang terjadi beberapa pekan terakhir ini, memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat. Pasalnya, minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok yang digunakan untuk memasak suatu makanan. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, minyak goreng juga biasa digunakan untuk menjual suatu makanan. Tak heran jika masalah kelangkaan dan mahalnya minyak goreng itu, sangat meresahkan masyarakat, terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan aneka gorengan. Mahalnya minyak goreng membuat keuntungan yang didapatkannya semakin menipis meskipun harga jualannya sudah ikut di naikkan.
Selain itu, mahalnya harga minyak goreng juga berdampak pada pedagang ubi. Sejak kenaikan minyak goreng, pejualan ubi menurun drastis di Kendari lantaran banyak penjual gorengan yang mengurangi jatah gorengannya karena modalnya dialihkan untuk membeli minyak goreng. Bahkan yang sangat miris, karena sepinya pembeli mengakibatkan banyak ubi yang busuk sehingga pedagang mengalami kerugian. Bukan hanya berdampak pada pedagang ubi saja, mahalnya harga minyak goreng juga berdampak pada pedagang pisang, singkong, dan bahan mentah gorengan lainnya. Mengingat mahalnya harga minyak goreng mendorong banyak pedagang gorengan rumahan mengurangi jumlah dagangannya, dialihkan untuk menutup kekurangan biaya untuk membeli minyak goreng. Kenaikan dan mahalnya minyak goreng berdampak pada semua lini sektor rumah tangga. Bagi ibu rumah tangga, saat harga minyak goreng murah maka bisa menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung. Namun setelah harga minyak goreng hampir 2 kali lipat kebaikannya, anggaran yang seharusnya disisihkan untuk menabung turut serta digunakan untuk membeli minyak goreng. Bukan hanya itu, bahkan untuk mendapatkan minyak goreng harus rela antri panjang saat stok minyak goreng langka. Langka dan mahalnya minyak goreng sangat berimbas pada kehidupan masyarakat sehingga mereka banyak mengalami kerugian waktu (waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan lain yang juga penting, dialihkan untuk antre minyak goreng demi agar mendapatkan minyak goreng), kerugian tenaga (diperlukan tenaga lebih untuk mendapatkan minyak goreng), dan kerugian uang (uang yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan yang lain atau ditabung, dialihkan untuk membeli minyak goreng).

C. PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KELANGKAAN DAN MAHALNYA MINYAK GORENG DI INDONESIA

Beberapa pekan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kelangkaan minyak goreng. Betapa tidak, minyak goreng sebagai salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari sangat sulit dicari ketersediaannya baik di pasar, minimarket dan toko-toko sekitar rumah warga. Rak minimarket yang biasanya tersedia minyak goreng berbagai merek dan kemasan, lebih sering kosong. Kalaupun ada, stok terbatas dan langsung ludes terjual. Sementara meskipun minyak goreng kemasan ada di supermaket, tapi harganya selangit. Tidak dapat dipungkiri, sebagai salah satu kebutuhan pokok, minyak goreng menjadi idola karena hampir setiap hari mengolah masakan menggunakan minyak goreng. Bagi para ibu-ibu, menyediakan stok kebutuhan bahan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, telur merupakan hal yang wajar. Dan bagi pengusaha kuliner, minyak goreng juga menjadi kebutuhan pokok yang harus tersedia. Namun sumber mata pencaharian mereka beberapa pekan belakangan ini terhambat karena permasalahan minyak goreng yang langka dan harga makin meroket. Keresahan akan kebutuhan minyak goreng yang langka membuat masyarakat berbondong-bondong rela antre untuk mendapatkan minyak goreng. Bahkan panic buying dilakukan masyarakat tatkala tahu ketersediaan minyak goreng di toko atau minimarket. Kehebohan ini terjadi karena masyarakat takut tidak bisa mendapatkan minyak dalam jangka waktu yang panjang. Sebenarnya yang masyarakat inginkan adalah ketersediaan minyak goreng selalu ada dengan harga terjangkau. Karena kelangkaan seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Masyarakat pasti membeli sesuai kebutuhannya, begitu pula pengusaha kuliner. Mahalnya minyak goreng kemasan non subsidi dan susahnya mendapatkan minyak curah masih menjadi masalah serius yang wajib diselesaikan oleh pemerintah. Kaum ibu-ibu yang telah terbiasa memasak berbagai olahan dengan minyak goreng merasakan dampak yang luar biasa. Banyak saran dan tips agar kebiasaan menggoreng dan memasak dengan menggunakan minyak goreng dikurangi dan mengganti dengan masakan yang diolah dengan cara dikukus atau direbus. Tetapi hal ini bukanlah hal yang mudah dengan merubah kebiasaan dalam waktu singkat. Masalah masakan adalah selera bagi setiap orang. Tidak bisa dipaksakan walau dengan alasan lebih sehat tanpa minyak goreng. Mengganti masakan dengan berbagai macam olahan kukusan dan rebusan bukanlah menyelesaikan masalah. Bagi para ibu-ibu hal ini mungkin saja bisa dilakukan pelan-pelan dengan mengurangi penggunaan minyak goreng. Lalu bagaimana dengan para pengusaha kuliner seperti penjual gorengan atau pengusaha kuliner yang menjual berbagai macam masakan dengan menggunakan minyak goreng?. Tidak bisa dibayangkan ketika penjual lalapan dengan berbagai macam olahan ikan atau ayam mengganti dengan olahan yang direbus atau dikukus, batagor, ketoprak, rujak cingur, rawon, soto, bakso, gado-gado yang sebagian besar bahannya atau bumbunya ditumis menggunakan minyak goreng. Tidak terbayang penjual gorengan tahu isi, bakwan, tempe mendoan, pisang goreng, roti goreng tiba-tiba menjadi berkurang drastis penghasilannya karena harga minyak goreng non subsidi yang mahal dan minyak subsidi susah diperoleh. Salah satu makanan favorit masyarakat adalah gorengan yang bisa dijumpai di kala pertemuan arisan, nongkrong di warung, atau bahkan di kantin kantor maupun sekolah juga menyediakan gorengan sebagai sajian. Saat musim hujan, gorengan adalah jajanan favorit keluarga selain mi rebus dan bakso. Sambil menonton TV, gorengan terhidang bersama minuman hangat. Hal ini yang menambah kehangatan saat berkumpul dengan keluarga. Namun kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang tidak diimbangi dengan peningkatan penghasilan mendorong ibu rumah tangga berhemat dengan mengurangi konsumsi gorengan.

D. SOLUSI ATASI KELANGKAAN DAN MAHALNYA MINYAK GORENG DI INDONESIA

1. Solusi bagi Ibu Rumah Tangga

Solusi bagi ibu rumah tangga untuk atasi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng adalah para ibu rumah tangga belajar adaptasi dengan mulai mengurangi masakan atau makanan yang harus digoreng atau ditumis. Mengganti sebagian makanan dengan menu-menu yang diolah dengan cara digoreng dengan cara dikukus/ direbus. Selain itu, bagi ibu rumah tangga yang memiliki daya listrik besar, bisa pula dengan menggoreng menggunakan air frayer. Air fryer adalah alat memasak yang digunakan untuk menggoreng makanan tanpa merendamnya dalam minyak. Dalam mengolah makanan dengan air fryer, kita hanya memerlukan sedikit minyak atau bahkan tidak sama sekali sehingga dapat meminimalisir bahkan menghilangkan konsumsi minyak goreng.

2. Solusi bagi Pedagang Kuliner

Bagi pengusaha kuliner, mahalnya minyak goreng bisa disikapi dengan sedikit menaikkan harga atau mengurangi ukuran dan kapasitas/ volumenya, tergantung dari jenis makanan atau masakan yang dijual. Hal ini tentu terasa berat bagi penjual karena menaikkan harga akan berdampak pada respon masyarakat dalam permintaan pembelian makanan, tetapi yang perlu diingat adalah masyarakat selalu membutuhkan makanan cepat saji. Bisa dipastikan walau kapasitas atau isinya lebih sedikit dengan harga sama seperti sebelumnya, masyarakat masih mau membelinya. Atau tetap menaikkan harga yang sesuai, sambil melihat respons pasar. Jika pasar masih sangat membutuhkan, pengusaha kuliner tentu bisa merasakan keuntungan dari penjualannya.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.