Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Harga minyak dunia melesat imbas perang Rusia-Ukraina. Saat ini, harga minyak dunia telah tembus US$ 130 per barel.

Hal itu menjadi tantangan bagi Indonesia. Sebab, masih mengimpor minyak mentah maupun BBM. Lantas, haruskah harga BBM yang dijual PT Pertamina (Persero) naik?

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai, dengan kondisi saat ini, beban yang ada mesti didistribusikan ke berbagai pihak.

“Saya kira perlu dicek di kapasitas fiskalnya dulu. Cuma secara overall saya kira beban perlu terdistribusi para pihak. Jadi APBN nanggung, kemudian Pertamina atau BUMN nanggung, konsumen juga ikut nanggung,” kata dia kepada detikcom, Rabu (9/3/2022).

Sebab, kondisi saat ini sudah darurat. Menurutnya, jika hanya dibeban ke APBN akan berat. Apalagi, anggaran negara juga difokuskan ke penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

“Sementara kalau dibebankan ke BUMN-nya, saya kira nanti tidak sehat keuangannya. Kalau keuangannya tidak sehat, risikonya juga mereka tidak bisa ngadain BBM, lebih bahaya lagi,” ujarnya.

Idealnya, kata dia, mesti dilakukan penyesuaian harga. Namun, penyesuaian ini dengan batasan toleransi pada inflasi sehingga tidak terlalu menekan daya beli masyarakat.

“Jadi yang ideal atau mungkin tidak cukup menggembirakan bagi konsumen tapi pilihan untuk menyesuaikan harga tentu dengan batasan toleransi inflasi, katakanah daya belinya tetap tidak terlalu terdorong ke bawah. Saya kira opsi-opsi yang perlu dipertimbangkan pemerintah,” ujarnya.

Memang, Pertamina telah melakukan penyesuaian harga BBM belum lama lain. Namun, penyesuaian harga tersebut selektif pada produk tertentu dan konsumsinya relatif rendah.

Adapun kenaikan tersebut pada Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex. Pihak Pertamina menyatakan, konsumsi untuk BBM tersebut hanya 3% dari total konsumsi nasional.

Berdasarkan laporan Reuters, harga patokan global Brent terakhir diperdagangkan pada US$131,39 per barel, naik 2,66%. Lalu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 2,19% menjadi US$126,41 per barel.

Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, kondisi saat ini menjadi hal yang dilematis bagi pemerintah.

“Kalau harga BBM tidak dinaikkan beban APBN makin berat. Kalau dinaikkan akan menyulut inflasi yang memperpuruk daya beli rakyat,” ujarnya.

Ia berpandangan, BBM tak dinaikan dulu hingga akhir Maret 2022. Dia bilang, untuk mengurangi beban APBN bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, beban APBN dialihkan ke Pertamina. Untuk itu, negara tidak perlu membayar kompensasi kepada Pertamina dalam 3 bulan ke depan.

“Bisnis Pertamina tidak hanya di hilir, tetapi juga di hulu dan bisnis lainnya. Hingga akhir 2021 Pertamina masih profit, yang masih digunakan menanggung alokasi beban APBN. Sebagai imbalan, pemerintah bisa memberikan blok migas kepada Pertamina secara gratis,” katanya.

Kedua, subsidi silang menggunakan dana APBN dari sektor energi lainnya. Salah satunya menggunakan dana APBN dari hasil ekspor batubara, yang harganya lagi membumbung tinggi hingga mencapai di atas US$ 400 per metrik ton.

Menurutnya, sekarang belum waktunya Pertamina mengerek harga BBM. “Iyes, ditunggu perkembangan harga minyak dunia hingga akhir bulan,” ujarnya.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.