Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dipastikan akan terus membengkak di tengah kenaikan harga minyak dunia. Apalagi, konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia terus alami tren peningkatan di tengah produksi yang tak naik. Untuk itu, langkah-langkah penyesuaian harga BBM menjadi opsi tepat saat harga minyak dunia di atas US$100 per barel, jauh melewati proyeksi ICP dalam APBN yang ditetapkan US$63 per barel “Subsidi akan terus naik. Kalau tidak dikendalikan, bisa lebih parah lagi,” ujar Peneliti Ahli Ekonomi Pusat Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Maxensius Tri Sambodo, kepada media, dikutip Sabtu 16 April 2022.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperlihatkan, realisasi subsidi energi pada 2021 mencapai Rp131,5 triliun, naik 19 persen dari 2021 yang ditetapkan Rp110,5 triliun. Kenaikan subsidi energi itu disebabkan pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat dalam pemulihan ekonomi. Lonjakan signifikan berasal dari subsidi BBM dan LPG yakni Rp83,7 triliun dari target awal Rp56,9 triliun, sedangkan subsidi listrik turun jadi Rp47,8 triliun dari target Rp53,6 triliun. Bila dibandingkan 2020, realisasi subsidi energi pada 2021 ini melonjak 37,4 persen. Realisasi subsidi energi pada 2020 mencapai Rp95,7 triliun, terdiri dari subsidi BBM dan LPG Rp47,7 triliun dan subsidi listrik Rp48 triliun.

Tahun ini, subsidi energi ditargetkan naik tipis menjadi Rp134 triliun, terdiri atas subsidi BBM dan LPG Rp77,5 triliun dan subsidi listrik Rp56,5 triliun. Jika tidak dikendalikan dengan penyesuaian harga BBM, LPG dan listrik, subsidi energi tahun ini bakal meroket seiring kenaikan harga minyak global. Max mengungkapkan subsidi energi, termasuk listrik, estimasi angka tinggi sekali. Walaupun benefit-nya bisa meredam inflasi, kemiskinan, pengangguran, itu memang harus dipertimbangkan.

Namun, lanjut Max ini tidak hanya dialami Indonesia mencoba meredam dampak global berupa tingginya harga minyak. “Hanya kembali kepada setiap satu rupiah yang digunakan itu berimplikasi ke keadilan. Kita lihat enggak efek itu,” ungkap dia. Pakar ekonomi energi dan sumber daya alam lulusan Australian National University itu menyatakan harga minyak dunia diperkirakan masih akan bertahan di level US$100-an per barel hingga akhir 2022. Apalagi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan permintaan terhadap gasoline dan diesel akan meningkat pada kuartal IV. “Perkiraan OPEC sekitar US$95-an per barel harga minyak, anggap saja harga minyak US$100-an, ICP tak akan beda jauh. Ini tentu bisa berbahaya, kalau kita tidak mengubah strategi kebijakan energi,” katanya.

Dia menduga, saat ini ada tren konsumsi BBM naik, sedangkan produksi minyak nasional tidak ikut naik sehingga tidak bisa mengimbangi konsumsi.

Kenaikan konsumsi BBM bisa jadi karena kesejahteraan masyarakat membaik sehingga bisa membeli kendaraan. Di sisi lain, transportasi publik masih belum bagus.

“Ini harusnya direm seperti dengan menaikkan pajak kendaraan dan menaikan harga BBM,” kata dia.

Kenaikan konsumsi BBM yang tidak diikuti dengan kebijakan penyesuaian harga energi disaat harga minyak tinggi membuat masyarakat terus berburu BBM yang murah. Tidak hanya di transportasi, di sektor industri juga ternyata banyak yang nakal dengan menyalahgunakan selisih harga BBM subsidi dan nonsubsidi.

Untuk itu, Max menyarankan pemerintah untuk memberbaiki strategi komunikasi tentang harga minyak dan dampak yang ditimbulkan harus dibangun dengan berbasis pada data.

Komunikasi diperlukan untuk memberikan informasi mengenai besarnya subsidi yang ditanggung pemerintah dan beban badan usaha akibat kenaikan harga minyak yang tidak diikuti penyesuaian harga BBM dan LPG.

“Komunikasi yang dibangun harus bisa menujukkan setiap rupiah konsekuensi dari kenaikan harga minyak. Mudah-mudahan melalui literasi yang baik, kita bisa mengubah perilaku masyarakat. Ini subsidi sayang uangnya,” kata Max.

Dia mengungkapkan, beberapa studi menunjukan subsidi komoditas justru membuka jurang pendapatan yang makin lebar. Ada satu risiko ketimpangan yang makin besar.

Menurut Max, sayang uang dihabiskan untuk memberikan subsidi energi, sedangkan Indonesia kehabisan uang untuk membangun energi baru terbarukan (EBT).

“Kalau mau kompromi, naikkan saja harga BBM dan lainnya secara gradual. Ini juga untuk mengurangi beban pemerintah dan Pertamina,” ujarnya.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.