Thursday . 09 August . 2024
thumb image

Panggung politik tanah air jelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 kian ramai. Belum selesai partai-partai berkongsi dan elite-elite bersafari, sejumlah nama mulai dipasang-pasangkan sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk pesta pemilihan mendatang. Baru-baru ini, wacana duet Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pilpres 2024 mengemuka.

Oleh banyak pihak, gagasan ini dinilai mustahil mengingat keduanya dipisahkan jurang perbedaan ideologi politik yang dalam. Tampaknya, PDI Perjuangan sebagai partai “pemilik” Ganjar pun tak senang dengan ide tersebut. Respons yang sama juga ditunjukkan oleh relawan Ganjar. Lantas, mungkinkah duet keduanya jadi nyata?

Diusulkan Surya Paloh

Rupanya, gagasan duet Ganjar-Anies Baswedan dimunculkan oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Setelah memasukkan nama Ganjar dan Anies ditambah Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dalam bursa capres Nasdem, kini, Paloh hendak jadi “king maker” dengan memasangkan duo gubernur itu di pilpres.

Wacana tersebut bahkan telah Paloh sampaikan ke Presiden Joko Widodo pada 31 Mei lalu, sekitar 2 minggu sebelum bursa capres Nasdem diumumkan. Ini diungkap oleh Ketua Umum organisasi relawan Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi. “Ya itu (pasangan Ganjar-Anies) sudah disampaikan langsung Pak Surya Paloh ke Pak Jokowi waktu Salasa malam ketemu. Sudah disampaikan,” ujar Budi dalam podcast di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored. Mendengar usulan itu, kata Budi, Jokowi hanya mengangguk-angguk, tanpa memberikan pernyataan persetujuan ataupun penolakan. “Namanya usulan kan oke saja. Artinya belum pasti, belum tentu setuju dan belum tentu tidak setuju,” ujar Budi. Nasdem beralasan, pihaknya ingin memasangkan Ganjar dengan Anies karena duet keduanya dinilai mempersatukan masyarakat yang sebelumnya sempat terbelah karena Pemilu 2014 dan 2019. Keterbelahan itu membagi masyarakat menjadi kelompok pemilih kanan atau nasionalis, dan kelompok kiri.

“Tentunya kalo kemudian pemilunya akan terus seperti itu (terpolarisasi), nanti lama kelamaan justru akan terjadi hal yang mengkhawatirkan persatuan bangsa,” kata Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali. Nasdem mengaku akan berupaya mewujudkan duet ini. Kendati demikian, kata Ali, pihaknya tak berambisi gagasan partainya diterima. “Cuma ini akan terus dicoba disosialisasikan oleh Nasdem,” kata dia.

Respons Ganjar

Ganjar sendiri telah memberikan respons terkait ini meski tak menanggapi dengan serius. Ganjar hanya bilang bahwa dirinya saat ini udah berduet dengan sang Istri, Siti Atikoh. “Lha, aku duet karo bojoku (lah saya duet sama istriku),” kata Ganjar di CFD Solo, Minggu (26/6/2022). Sementara, Ketua DPC PDI-P Solo FX Hadi Rudyatmo alias Rudy menegaskan bahwa partainya menunggu keputusan resmi dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri terkait capres yang akan diusung. “Kalau saya tetap tegak lurus dengan Ketua Umum (Megawati Soekarnoputri),” kata Rudy di Solo, Jawa Tengah, Minggu (26/6/2022).

PDI-P tak sepakat

Sementara, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDI-P Djarot Saiful Hidayat tak setuju atas wacana ini. Dia mengatakan, persatuan bangsa tercipta karena adanya persamaan ideologi. “Yang mempersatukan bangsa kita, sekali lagi ya itu bukan orang per orang lho, yang mempersatukan bangsa kita itu ideologi,” kata Djarot saat ditemui di Gedung Pusat Edukasi AntiKorupsi KPK, Jakarta, Senin (27/6/2022). “Ideologi Pancasila itu lah yang mempersatukan bangsa kita, nilai-nilai dalam ideologi itulah yang mempersatukan bangsa kita,” tuturnya.

Djarot bilang, Pancasila merupakan Ideologi yang menjadi pemersatu bangsa Indonesia. Persatuan tidak tercipta jika pemahaman orang berbeda-beda. “Sekarang persoalannya ini, tidak bisa hanya tergantung orang per orang, tapi bagaimana pemahamam orang per orang itu ya,” ujar Djarot. “Apakah dia punya pemahaman ideologi yang kuat? Ukurannya itu. Jadi bukan karena orang, tapi karena Pancasila-nya,” kata dia.

Tak didukung relawan

Sejalan dengan itu, organisasi relawan Ganjar Pranowo, Koordinator Nasional (Kornas) Ganjarist, juga memberikan sinyal ketidaksetujuan atas wacana tersebut. Ketua Umum Kornas Ganjarist, Eko Kuntadhi, mengatakan bahwa usulan memasangkan Ganjar dan Anies di Pilpres 2024 bukan solusi polarisasi politik di tanah air. Menurutnya, selama ini Anies telah identik dengan politik identitas. Padahal, Ganjar bertentangan dengan ideologi tersebut.

“Kasihan Pak Ganjar, usulan Surya Paloh ini seperti meminta dia ikut mencuci tangan Pak Anies dari kotornya politik identitas,” ujar Eko.

Menurut Eko, untuk menghapus politik indentitas di Pilpres 2024, maka pelakunya harus disingkirkan, bukan malah dipasangkan dengan tokoh yang menentang.

“Kita tahu, rekam jejak Anies dalam mengeksploitasi politik identitas. Pilkada Jakarta 2017 yang mendudukan Anies di kursi Gubernur merupakan Pilkada paling brutal,” ujar Eko. “Jika kita enggak mau Pilpres 2024 nanti brutal, ya jangan pernah mendukung tokoh yang cara berpolitiknya brutal seperti itu. Apalagi menyanding-nyandingkan dengan tokoh lain, yang justru cara berpolitiknya menentang dengan keras politisasi agama seperti itu,” tuturnya.

Sulit terwujud

Melihat ini, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi berpendapat, sulit untuk mewujudkan duet Ganjar dan Anies di Pilpres 2024. Menurut Ari, dalam politik semua kemungkinan bisa saja terjadi. Namun, tataran ideologis yang melatarbelakangi Ganjar dan Anies sangat bertolakbelakang. Ganjar begitu identik dengan poros nasionalis, utamanya PDI-P yang mengedepankan toleransi dan kebhinekaan. Sebaliknya, karena jejaknya di Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies sangat kental akan karakter politik identitas dan intoleransi. “Mewujudkan duet pemersatu bangsa antara Ganjar dan Anies begitu mudah di atas kertas, tetapi sulit dari sisi praksis,” kata Ari.

Peluang duet keduanya dinilai kian kecil karena diwacanakan oleh Surya Paloh yang bukan merupakan pimpinan partai yang menaungi Ganjar maupun Anies. Belum lagi, hubungan Nasdem dan PDI-P kini disinyalir memanas akibat masuknya nama Ganjar di bursa pilpres Nasdem. “Hanya saja faktor keluarga alumni UGM atau Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) yang membuat kedua sosok ini bisa mudah ditautkan,” ucap Ari. Bagaimanapun, Ganjar hingga kini masih menjadi kader PDI-P. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu bahkan belum mengumumkan capres yang akan mereka usung ketika Nasdem sudah menggembar-gemborkan nama Ganjar di bursa pilpres mereka. “Masuknya nama Ganjar di bakal capres membuat kegaduhan di PDI-P karena tuduhan pembajakan kader. Nasdem dianggap gagal melakukan kaderisasi sehingga bisa seenaknya membajak kader lain,” ujar Ari. Ari bahkan memprediksi Nasdem dan PDI-P tak akan lagi bekerja sama pada Pilpres 2024 mendatang. Disharmoni kedua partai sudah nampak sejak Nasdem mengumumkan nama Ganjar dalam bursa pilpres. “Jika melihat tendensi relasi antara Nasdem dan PDI-P akhir-akhir ini saya memprediksi mereka ‘pecah pengantin’. Jika di dua periode bisa bersama di koalisi Jokowi, tetapi di periode berikutnya saling berseberangan,” katanya.

Menurut Ari, PDI-P kecewa karena Nasdem melanggar etika politik karena hendak mengusung Ganjar. Ada etika politik yang dilupakan Nasdem, yakni tata krama politik meminta izin partai pemilik kader. Kendati demikian, Ari menekankan, tidak ada yang tidak mungkin di politik. Seiring berkembangnya dinamika politik menuju 2024, duet Ganjar dan Anies mungkin jadi alternatif di samping nama-nama potensial lainnya. “Bisa jadi skenario duet pemersatu bangsa terwujud ketika koalisi-koalisi yang terbangun mengerucut pada dua pasang kandidat sehingga mengerucut di nama-nama Ganjar, Anies, Prabowo Subianto (Ketua Umum Partai Gerindra), atau AHY (Ketua Umum Partai Demokrat),” tutur dosen Universitas Indonesia itu.

thumb image

Pemimpin redaksi FalkonIndo, mendapatkan gelar PhD pada tahun 2018, pernah menulis naskah untuk Tempo, DetikNews, CNN Indonesia dan media arus utama lainnya, dan pernah meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro.

thumb image

Jurnalis senior dan redaksi FalkonIndo, pandai menggali konten berita potensial dan menganalisis masalah, memiliki kepekaan yang baik terhadap topik hangat dan tren opini publik. Pernah berpengalaman bekerja di think tank dan mempublikasikan artikel di Garba Rujukan Digital, pernah berkontribusi pada Times Indonesia, …

thumb image

Produser video FalkonIndo, mendapatkan gelar magister jurnalistik di Singapura, pernah bekerja sebagai produser film dokumenter di Netflix, pandai membuat konten naratif berupa pengungkapan fakta.